PERBANDINGAN TAHUN MASEHI (SYAMSIAH) & HIJRIAH(QAMARIAH) Pelajaran pertama di tahun 2013 ini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak ribuan tahun yang silam, kalender telah
dicipatakan oleh manusia, karena kalender sangatlah penting bagi manusia. Seperti
bangsa mesir yang telah membuat kalender matahari sekitar tahun 4221 SM.[1] Pada saat itu, tahun matahari terdiri dari 365
hari terbagi dalam 12 bulan dan masing-masing bulan terdiri dari 30 hari dan
ditambah 5 hari pesta perayaan tahunan. Dalam pembuatan kalender, ada beberapa
macam sistem yang digunakan dalam perhitungannya. Diantaranya dengan
menggunakan pergerakan bulan, pergerakan matahari dan kombinasi dari pergerakan
dua benda langit tersebut.
Dalam kehidupan masyarakat kalender mempunyai
arti yang sangat penting. Karena banyak hal yang dilakukan masyarakat yang
berkaitan dengan waktu. Dapat kita sadari sendiri tanpa adanya kalender pasti
kita hanya berpedoman pada gejala alam yang terjadi. Seiring berkembangnya
manusia dan ilmu pengetahuan, maka manusia memerlukan tanda yang lebih praktis
dalam menentukan waktu. Dalam hal ini manusia berpikir untuk dapat menemukan
suatu sistem yang teratur dan sistematik sehingga dalam menentukan waktu dapat
lebih mudah dan efisien. Manusia
dengan segala keinginantahuannya mencari dan menggali setiap rahasia yang
terkandung di alam ini yang
menjadi modal dasar/intelektual yang dimilikinya. Kemudian sejalan dengan hal
tersebut, Allah SWT memberikan petunjuk seperti pada petikan ayat di bawah yang menjadi kunci untuk membuka rahasia itu.
(QS. Yunus
: 5-6)
Matahari dan bulan sebagai obyek ciptaan Allah SWT
telah menjadi dua unsur yang sangat berharga dalam dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), khususnya mengenai penghitungan waktu. Kedudukan benda-benda langit yang selalu
berubah-ubah dengan pola yang teratur menjadi acuan penentuan waktu, musim, bulan
dan tahun. Sehingga dibuatlah sistem penanggalan/perhitungan waktu secara
periodik.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis menyusun makalah yang berjudul “Sistem Kalender
Masehi dan Hijriah”.
B.
Rumusan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini akan dititikberatkan pada
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Sejarah sistem penanggalan
Masehi dan Hijriah juga pemikiran para tokoh-tokohnya.
2.
Sistem perhitungan
penanggalan Masehi dan Hijriah.
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, diantaranya:
1.
Menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai kalender masehi dan hijriah.
2.
Menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi belajar untuk menggali setiap ilmu pengetahuan.
3.
Memenuhi salah satu tugas
kelompok pada mata kuliah IPBA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kalender Masehi
Kalender Masehi perhitungannya didasarkan pada
peredaran bumi mengelilingi matahari atau peredaran matahari semu dimulai pada
saat matahari berada pada titik Aries. Hal itu terjadi pada setiap tanggal 21
Maret hingga kembali lagi ke tempatnya semula. Ketika bumi berevolusi, ternyata
poros bumi tidak tegak lurus terhadap bidang ekliptika, melainkan miring dengan
arah yang sama membentuk sudut 66,50 . Periode revolusi bumi Untuk sekali putaran
membutuhkan waktu sebanyak 365,2425 hari. Oleh karena kalender Masehi ini
perhitungannya didasarkan pada peredaran matahari dikenal dengan tahun “ Syamsiyah,
Solar System atau tahun Surya.[2] Terdapat empat kedudukan bumi pada orbitnya,
yaitu sebagai berikut:
1. Tanggal 21 Maret
Pada tanggal 21 maret, matahari tepat berada di
khatulistiwa. Sehingga semua tempat di bumi mengalami siang dan malam dengan
waktu yang sama. Dari tanggal 21 Maret sampai 21 Juni belahan bumi Utara
mengalami musim semi, sedangkan belahan bumi Selatan mengalami musim gugur.
2. Pada tanggal 21 Juni
Pada tanggal 21 Juni, kutub Utara bumi
menghadap ke matahari yang seakan-akan berada pada 23,50 LU. Dari
tanggal 21 Juni samapai 23 September, belahan bumi Selatan menjauhi matahari
sehingga mengalami musim dingin, sedangkan belahan bumi Utara semakin dekat
dengan matahri sehingga mengalami musim panas.
3. Tanggal 23 September
Pada tanggal 23 September, baik kutub Utara
maupun kutub Selatan bumi berada sama jauhnya dari matahari yang berada pada
khatulistiwa. Dari tanggal 23 September sampai dengan 21 Desember, belahan bumi
Utara semakin menjauhi matahari sehingga mengalami musim gugur, sedangkan
belahan bumi selatan makin condong ke matahari sehingga mengalami musim semi.
4. Tanggal 21 Desember
Pada tanggal 21 Desember, matahari seolah-olah
berada di 23,50 LS. Dari tanggal 21 Desember sampai dengan 21 Maret,
belahan bumi Selatan makin condong ke arah matahari sehingga mengalami musim
panas. Sebaliknya, belahan bumi Utara mengalami musim dingin karena letaknya
semakin jauh dari matahari.
Dari penjelasan di atas, kedudukan matahari
seolah-olah bergeser dari khatulistiwa (21 Maret), ke 23,50 LU (21
Juni), ke khatulistiwa lagi (23 September), ke 23,50 LS (22
Desember) dan kembali lagi ke khatulistiwa (21 Maret). Gerakan pergeseran
seperti itu disebut gerak semu matahari
Gerak revolusi bumi (gerak tahunan bumi) Periode=365,25
hari
Penanggalan miladiyah/masehi disebut juga Yulian Era atau
Gregorian Era (calendar). Tahun miladiyah atau masehi ini disebut
demikian karena awal ditetapkannya pada saat Nabi Isa AS dilahirkan. Selain dinamakan
tahun Miladiyah atau masehi, tahun ini juga disebut dengan tahun Yulian karena
diakui dan dipergunakan sejak berkuasanya Yulius Caesar di Roma. Tahun masehi
berasal dari sistem romawi kuno yang semula berdasarkan sistem Lunar. Sebelum
sistem penanggalan ini sempurna seperti saat ini, mengalami sejarah yang sangat
panjang sejak zaman romawi jauh sebelum pemerintahan Julius caesar.
Akhirnya ada seseorang yang bernama Numa Pompilus yang
melakukan sedikit reformasi kalender tersebut. Dia adalah orang pertama yang
mendirikan institusi Pontiface (Kepala Agama), sehingga dia butuh kalender yang
bisa dijadikan patokan dalam waktu pelaksanaan upacara dan tidak hanya bertani.
Tahun pertama disesuaikan dengan tahun
berdirinya kerajaan Roma yaitu ± 753 sebelum kelahiran Nabi Isa AS. Bulan yang
pertama bukan Januari seperti yang
dikenal sekarang, tetapi bulan Maret. Secara lengkap urutannya adalah Martinus,
kemudian Aprilis, Majus, Junius, Quintilis, Sextilis,
September, Oktober, Nopember, Desember, Januarius dan Pebruarius. Jumlah hari
dalam satu tahun adalah 355 hari.
Hal ini terlihat pada penjelasan dari segi
bahasa yaitu September berarti tujuh dan Oktober berarti berarti delapan.[3] Namun karena oleh Yulius Caesar permulaan
tarikh Julian ditetapkan satu Januari, maka ini berimplikasi pula pada
penetapan awal bulannya. Akibatnya, bukan bulan Maret lagi sebagai bulan
pertamanya, tetapi bulan Januari. Maka, bergeserlah bulan September menjadi
bulan kesembilan dan Oktober menjadi bulan kesepuluh.[4]
Pada tahun 45 SM, sistem penanggalan itu
mengalami beberapa perubahan yang dilakukan oleh Yulius Caesar atas nasehat
Sosigenas (Astronom Iskandaria), yaitu jumlah hari rata-rata dalam satu tahun syamsiyah
bukan 355 tetapi 365 1/4 hari = 365,25 hari. Bulan yang ke lima (Quintilis)
namanya dan ke enam (Sextilis) namanya diubah menjadi Juli dan Agustus
yang jumlah harinya sama yaitu 31 hari. Sementara permulaan musim bunga atau
matahari berada pada titik Aries ditetapkan pada tanggal 24 Maret dan permulaan
hari Tarikh Julian ditetapkan menjadi 1 Januari bukan bulan Maret seperti yang
sudah dijelaskan di atas.[5]
Pada tahun 325 M (370 tahun setelah tarikh
Julian) diadakan rapat gereja di Nicea untuk mengoreksi ketetapan tarikh
Julian. Satu tahun pada tarikh Julian =365,25 hari padahal sebenarnya peredaran
matahari per tahun adalah 365,2422 hari. Hal ini berarti ada selisih 0,0078
hari atau 1/128 hari = 11,23 menit dalam satu tahun. Perbedaan tersebut akan
menjadi satu hari dalam 128 tahun. Oleh karena itu, pada saat diadakan rapat gereja
itu peradaban sudah mencapai 3 hari, yakni 370:128 x 1 hari=2,8906 hari. Dengan
demikian, permulaan musim bunga yang semula ditetapkan tanggal 24 Maret
dimajukan 3 hari menjadi tanggal 21 Maret.[6]
Perubahan dan koreksi terhadap tarikh Julian
kemudian juga dilakukan setelah lama berselang oleh Paus Gregorius XXI pada
tahun 1582 M, atas saran astronom Klavius setelah muncul keraguan akan
saat-saat penentuan wafatnya Isa al-Masih. Maka, pada tanggal 4 Oktober 1582, ia memerintahkan agar harinya
tidak lagi tanggal 5 Oktober 1582 akan tetapi loncat 10 hari jadi tanggal 15
Oktober 1582. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi keraguan bahwa peringatan
wafatnya Isa al-Masih dilakukan sesuai dengan keadaan sesungguhnya yaitu jatuh
pada bulan purnama segera setelah matahari melintasi titik Aries.[7]
Sebenarnya ada beberapa argumen yang dapat
diajukan mengapa ketentuan loncat 10 hari itu dilakukan. Pertama untuk
menyesuaikan dengan kesepakatan di Nicea bahwa pemulaan musim bunga adalah pada
tanggal 21 Maret. Maka sesuai dengan apa yang dilihat oleh Klavius pada tanggal
11 Maret 1582 bahwa pada hari itu sebenarnya sudah memasuki permulaan musim
bunga. Ini berarti tarikh sudah mengalami keterlambatan selama 10 hari yakni
21-11=10. Kedua, Peredaran matahari semu menurut tarikh Yulian adalah
=365,25 hari, sedangkan yang sebenarnya adalah 365,2422 hari. Jadi ada selisih
sebanyak 0,0078 hari/tahun= 1/128 hari/tahun = 1 hari dalam 128 tahun. Maka,
1582-352 tahun/ 128 tahun x 1 tahun= 9,9605 hari dibulatkan menjadi 10 hari.[8]
Selain itu, koreksi juga dilakukan terhadap
ketentuan tahun-tahun abadi yang sebelumnya disamakan dengan tahun-tahun biasa
yaitu tahun 1700, 1800, dan 1900 dan seterusnya termasuk kabisat bila habis
dibagi 400, maka termasuk tahun basithoh. Untuk itu, dalam perhitungan
tarikh masehi ini akan dikurangi 13 hari dengan perincian 10 + 3 = 13. Angka 10
didapat dari “lompat 10 hari” yaitu 5 Oktober 1582 loncat ke 15 Oktober 1582
dan angka 3 didapat dari tahun-tahun abadi ( tahun 1700, tahun 1800, dan tahun
1900) yang semula dianggap termasuk tahun kabisat karena habis dibagi 4 oleh
Gregorius diubah menjadi tahun basithoh karena tidak habis dibagi 400
bukan 4. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah koreksi Gregorian.[9]
Ketentuan tarikh Gregorian itu selengkapnya
adalah sebagai berikut. Pertama, permulaan tarikh Gregorian dimulai
sejak tahun kelahiran Nabi Isa AS yaitu 1 Januari tahun 1 jam 00:00 (saat
matahari berada pada kulminasi bawah). Kedua, tahun-tahun yang bukan termasuk tahun abadi
baru bisa disebut tahun kabisat bila habis dibagi 4. Apabila tidak maka disebut
tahun basithoh dengan ketentuan satu hari kelebihan dalam tahun kabisat
dimasukkan dalam bulan Februari. Oleh karena itu jumlah hari dalam bulan
Februari terkadang 28 hari bila termasuk tahun basithah dan 29 hari bila
termasuk tahun kabisat. Ketiga, jumlah hari dalam satu tahun
untuk tahun kabisat 366 hari dan untuk tahun basithah 365 hari. Keempat,
jumlah hari dalam satu bulan dapat berubah-ubah antara 31 dan 30 hari kecuali
bulan Februari. Bulan Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober dan Desember
jumlah harinya 31 hari, sedangkan untuk bulan April, Juni, September, dan
Nopember berjumlah 30 hari. Oleh karena dalam tarikh Masehi ini ditetapkan ada
satu tahun kabisat dalam setiap empat tahun (daur), maka jumlah hari
dalam satu daurnya adalah 365 hari x 3 ditambah 366 hari= 1461 hari.[10]
Sistem Perhitungan
Penanggalan Masehi
a. Ketentuan umum penanggalan Masehi
Sebelum melakukan perhitungan Penanggalan masehi,
terdapat ketentuan-ketentuan umum yang perlu diperhatikan dan sistem
penanggalan Masehi, diantaranya yaitu :
1. 1 tahun Masehi berumur 365 hari ( Basithah,
umur Februari 28 hari) atau 366 hari ( Kabisah, umur Ferbruari 29 hari)
2. Tahun Kabisah adalah bilangan tahun yang
habis dibagi 4 (misalnya, 1992, 1996, 2000, 2004), kecuali bilangan abad yang
tidak habis dibagi 4 (misalnya, 1700,1800, 1900, 2100 dst). Selain itu adalah basithah.
3. 1 siklus = 4 tahun ( 1461 hari)
4. Penyesuaian akibat anggaran Gregorius sebanyak
10 hari sejak 15 Oktober 1582 M, serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan
abad yang tidak habis dibagi 4 sejak tanggal tersebut, sehingga sejak tahun
1900 sampai 2099 ada penambahan koreksi 13 hari (10+3).[11]
Contoh:
Tanggal 26 September jatuh pada hari apa? Untuk
mengetahui hal tersebut ditempuhlah langkah pertama dengan mengurangkan angka
tahun berjalan dengan angka 1 kemudian dibagi 4. Langkah kedua, menghitung
jumlah hari dari tanggal 1 Januari tahun 1 sampai tanggal dan tahun yang dicari
kemudian dikurangi koreksi Gregorian yaitu 13 hari. Dan langkah ketiga adalah
jumlah hari yang sudah diketahui itu selanjutnya dibagi 7. Angka sisa dari
pembagian itulah yang menentukan nama hari yang dicari, dihitung dari hari
Sabtu. Secara lebih jelas, hal tersebut nampak dalam perhitungan berikut ini:
2003 – 1 : 30
= 500 (daur) sisa 2 tahun
Jumlah hari =
500 x 1461 + 2 tahun x 365 hari + 269 hari – 13 hari
=
730500 + 730 + 269 – 13
=731486
hari
731486 : 7 =104498
sisa 0
Sesuai dengan hasil perhitungan tersebut, maka
tanggal 26 September 2003 jauh pada hari Jumat. Ketentuan tarikh Gregorian atau
tarikh Masehi gaya baru itu berlaku hingga saat ini, seperti yang biasa kita
lihat di kalender-kalender.[12]
Dalam menentukan suatu tahun apakah merupakan tahun kabisat
atau bashitoh, maka langkah yang harus dilalui adalah sebagai berikut :
1.
Tentukan Tahun yang akan dicari kemudian dibagi empat.
2.
Setelah dibagi 4, jika tahun tersebut habis dibagi 4 maka
disebut tahun kabisat, dan tidak habis dibagi 4 maka disebut tahun basithoh.
3.
Khusus untuk tahun-tahun abad, maka harus dibagi 400,
jika habis dibagi 400 mka disebut kabisat, jika tidak habis dibagi 400 maka
disebut tahun bashitoh.
Untuk menentukan hari dan pasaran tanggal 1 januari suatu
tahun dengan cara sebagai berikut :
1.
Tentukan tahun yang akan dihitung
2.
Hitunglah tahun tam, yaitu tahun yang dihitung dikurangi
satu
3.
Hitunglah jumlah siklus selama tahun tam tersebut, yaitu
interval (tahun tam : 4)
4.
Hitunglah tahun kelebihan dari sejumlah siklus tersebut
5.
Hitunglah jumlah hari selama siklus yang ada dengan
dikalikan jumlah hari dalam 1 siklus (1461 hari)
6.
Hitunglah jumlah hari dari tahun kelebihan dengan
dikalikan 365 hari
7.
Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 hari
(tanggal 1 januari)
8.
Kurangi dengan koreksi gregorian, yaitu 10 + ... hari
9.
Jumlah hari yang didapat kemudian dibagi 7 untuk
menentukan hari, kelebihan hasil dari pembagian tersebut merupakan hari yang
dicari yang dihitung mulai hari sabtu. (sisa 1 = Sabtu; 2=Ahad, 3=Senin, 4=Selasa;
5=Rabu, 6=Kamis, 0=Jum’at)
10. Jumlah hari yang didapat kemudian dibagi 5
untuk menentukan pasaran, kelebihan hasil dari pembagian tersebut merupakan
hari yang dicari yang dihitung mulai hari sabtu. (sisa 1 = Sabtu; 2=Ahad,
3=Senin, 4=Selasa; 5=Rabu, 6=Kamis, 0=Jum’at)
11. Setelah hari dan pasaran
tanggal 1 januari ditemukan, maka untuk menentukan hari dan pasaran bulan
selanjutnya dapat menggunakan tabel berikut. Namun sebelumnya harus diketahui
terlebih dahulu apakah tahun tersebut basithoh atau kabisat.
BULAN
|
Basithoh
|
Kabisat
|
||
Hari
|
Pasaran
|
Hari
|
Pasaran
|
|
Januari
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Februari
|
4
|
2
|
4
|
2
|
Maret
|
4
|
5
|
5
|
1
|
April
|
7
|
1
|
1
|
2
|
Mei
|
2
|
1
|
3
|
2
|
Juni
|
5
|
2
|
6
|
3
|
Juli
|
7
|
2
|
1
|
3
|
Agustus
|
3
|
3
|
4
|
4
|
September
|
6
|
4
|
7
|
5
|
Oktober
|
1
|
4
|
2
|
5
|
November
|
4
|
5
|
5
|
1
|
Desember
|
6
|
5
|
7
|
1
|
Contoh:
Tanggal
1 Januari 2004
Waktu
yang dilalui = 2003 tahun, lebih 1 hari
atau
2003 : 4 = 500,75 Siklus, lebih 3 tahun, lebih 1 hari
500 siklus = 500 x 1461 hari = 730500 hari
3 tahun = 3 x 365 hari = 1095 hari
1
hari = _____1___ hari +
Jumlah =
731591 hari
Koreksi
Gregorius = 10 + 3 = 13___
hari –
=
731583 hari
731583 :
7 = 104511, lebih 6 = Kamis, (dihitung mulai Sabtu)
731583 :
5 = 143616, lebih 3 = Pahing, (dihitung mulai Kliwon)
Jadi,
tanggal 1 Januari 2004 jatuh pada Kamis Pahing.[15]
B. Kalender Hijriah
Dalam peredarannya, bulan melakukan tiga
gerakan sekaligus, yaitu rotasi, revolusi, dan bersama dengan bumi mengitari
matahari. Periode rotasinya sama dengan periode revolusinya. Akibatnya, muka
bulan yang menghadap bulan selalu sama yakni separuh bagian dan bagian lain
tidak pernah menghadap ke bumi. Untuk satu kali bergerak berputar mengelilingi
bumi, bulan memerlukan waktu selama 27 1/3 hari yang disebut satu bulan
sideris. Sebenarnya, pada saat tersebut bumi telah bergerak mengitari matahari
sejauh 270. Jadi, bulan harus menempuh selisih jarak tersebut agar
kembali ke posisi semula relative terhadap matahari. Dengan demikian, selang
waktu satu kali revolusi bulan adalah 29 ½ hari yang disebut satu bulan sinodis
(qomariah).
Dari kedudukan bulan yang berbeda-beda
menghasilkan bentuk bulan yang berbeda pula yang disebut fase bulan, yaitu:
1.
Pada kedudukan 1, yaitu pada saat kedudukan
matahari, bulan dan bumi terletak satu garis lurus. Pada kedudukan bulan mulai
berevolusi disebut bulan baru atau bulan muda.
2.
Pada kedudukan 2, separuh bagian bulan yang
menghadap bumi kira-kira hanya seperempatnya yang terkena sinar matahari.
Akibatnya, kita melihat bulan sabit.
3.
Pada kedudukan 3, separuh bulan yang menghadap
bumi kira-kira hanya seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita
melihat setengah bulatan yang disebut kuartir pertama atau bulan separuh.
4.
Pada kedudukan 4, separuh bagian bulan yang
menghadap bumi kira-kira tiga per empatnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita
melihat bulan cembung.
5.
Pada kedudukan 5, separuh bagian bulan yang
menghadap bumi seluruhnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan
purnama.
PERUBAHAN
PENAMPAKAN BENTUK BULAN (FASE BULAN)
Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata
silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus
sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari =
354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih
pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Penentuan
dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriah berbeda dengan pada
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada
pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah
hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi.
Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi
bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan
terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi,
dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan
matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat
terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi
berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini terlihat
bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai
dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai
dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal)
setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan
terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di
ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari
pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus
bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari.
Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Nama-nama Bulan dalam Tahun Qomariah
No
|
Nama Bulan
|
Jumlah Hari
|
1.
|
Muharam
|
30 hari
|
2.
|
Safar
|
29 hari
|
3.
|
Rabiulawal
|
30 hari
|
4.
|
Rabiulakhir
|
29 hari
|
5.
|
Jumadilawal
|
30 hari
|
6.
|
Jumadilakhir
|
29 hari
|
7.
|
Rajab
|
30 hari
|
8.
|
Syakban
|
29 hari
|
9.
|
Ramadhan
|
30 hari
|
10.
|
Syawal
|
29 hari
|
11.
|
Zulkaidah
|
30 hari
|
12.
|
Zulhijah
|
29/30 hari
|
Berikut adalah sejarah (asal-usul) pemberian
nama-nama bulan Hijriah:
1.
Muharam, artinya yang diharamkan yaitu bulan
yang padanya diharamkan berperang (menumpahkan darah) yang terus berlaku sampai
awal datangnya Islam
2.
Safar, artinya kosong/kuning karena pada bulan
itu orang-orang masa lampau biasa meninggalkan rumah mereka untuk berperang,
berdagang ,berburu, dan sebagainya, sehingga rumah-rumah mereka kosong.
3.
Rabiul awal, artinya menetap yang pertama,
karena para lelaki arab masa lampau pada bulan itu yang tadinya meninggalkan rumah
mereka kembali pulang dan menetap.
4.
Rabiul akhir, artinya menetap yang terakhir,
yaitu menetap dirumah terakhir kalinya.
5.
Jumadil awal, artinya kering/beku/padat yang
pertama, pada waktu itu air menjadi beku / padat.
6.
Jumadil akhir, artinya kering/beku/padat yang
terakhir, karena mereka mengami kekeringan yang terakhir kalinya.
7.
Rajab, artinya mulia, karena bangsa Arab tempo
dulu memuliakannya terutama tanggal 10 (untuk berkurban anak unta), tanggal 1
(untuk membuka pintu ka’bah terus-menerus).
8.
Syaban, artinya berpencar, karena orang-orang
Arab dahulu berpencar kemana saja mencari air dan penghidupan.
9.
Ramadhan, artinya panas terik/terbakar, karena
pada bulan ini jazirah Arab sangat panas sehingga terik matahari dapat membakar
kulit artinya pembakaran bagi dosa-dosa sebagaimana disabdakan Rasulullah
Shallahu 'alayhi wa salllam.
10. Syawal,
artinya naik, karena pada bulan itu bila orang Arab hendak menaiki unta dengan
memukul ekornya maka ekornya itu naik, syawal dapat pula berarti bulan
peningkatan, amal bagi amal tambahan.
11. Dzulqaidah,
artinya si empunya duduk, karena kaum lelaki Arab dulu pada bulan ini hanya
duduk saja di rumah tidak bepergian kemanapun.
12. Dzulhijjah,
artinya si empunya haji, karena pada bulan ini sejak zaman Nabi Ibrahim as.
Orang-orang biasa melakukan ibadah Haji atau ziarah ke Baitullah, Makkah.
Menurut sistem lunar, hari-hari keagamaan atau
hari-hari islam biasa dihitung sejak terbenamnya matahari (waktu maghrib)
sebelum hari itu. Jadi, mendahului hari-hari Masehi yang baru berganti mulai
pukul 00.00 tengah malam. Yang menjadi persoalannya sekarang adalah umat Islam
belum begitu familiar dengan kalendernya sendiri, tetapi lebih familiar dengan
kalender masehi. Akibatnya, sering terjadi kebingungan manakala ada perbedaan
dalam mengawali ataupun mengakhiri puasa misalnya. Padahal kalender hijriah yang tertulis dalam kalender yang ada di tiap
rumah keluarga muslim itu didasarkan pada perhitungan rata-rata (Hisab urfi)
yang tidak bisa dijadikan acuan dalam melakukan ibadah.[16]
Hisab Urfi, yaitu salah satu sistem hisab yang
sangat sederhana yang senantiasa hanya didasarkan kepada garis-garis besarnya
saja. Dalam sistem Hisab ‘Urfi ini umur bulan senantiasa bergantian antara 30
hari dan 29 hari, 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan genap,
kecuali untuk bulan Dzulhijjah ketika tahun kabisat diberi umur 30 hari. Satuan
masa (daurus-sanah) tahun Hijriah (qomariyah) dalam hisab ‘urfi
ditetapkan 30 tahun, 11 tahun ditetapkan sebagai tahun Kabisat, dan 19 tahun
ditetapkan sebagai tahun Basitah. Tahun Kabisat ditetapkan jatuh pada tahun ke
2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29, selainnya ditetapkan sebagai tahun
Basitah.
Sejarah Penanggalan Islam
Sebelum datangnya Islam,
di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (Qomariyah) maupun Matahari (Syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan
untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi). Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah
tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut.
Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah",
karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah
yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).
Sistem penanggalan Islam (1 Muharram 1 Hijriah)
dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya
dari Mekkah ke Madinah, atas perintah Tuhan. Oleh karena itulah kalender Islam
disebut juga sebagai kalender Hijriah. Di barat kalender Islam biasa dituliskan
dengan A.H, dari latinnya Anno Hegirae. Peristiwa hijrah ini bertepatan
dengan 15 Juli 622 Masehi. Jadi penanggalan Islam atau Hijriah (1 Muharram 1
Hijriah) dihitung sejak terbenamnya Matahari pada hari Kamis, 15 Juli 622 M.
Walaupun demikian, penanggalan dengan tahun
hijriah ini tidak langsung diberlakukan tepat pada saat peristiwa hijrahnya
nabi saat itu. Kalender Islam baru diperkenalkan 17 tahun (dalam perhitungan
tahun masehi) setelah peristiwa hijrah tersebut oleh sahabat terdekat Nabi
Muhammad sekaligus khalifah kedua, Umar bin Khatab. Beliau melakukannya sebagai
upaya merasionalisasikan berbagai sistem penanggalan yang digunakan pada masa
pemerintahannya. Kadang sistem penanggalan yang satu tidak sesuai dengan sistem
penanggalan yang lain sehingga sering menimbulkan persoalan dalam kehidupan
umat.
Kalender dengan 12 bulan sebetulnya telah lama
digunakan oleh Bangsa Arab jauh sebelum diresmikan oleh khalifah Umar, tetapi
memang belum ada pembakuan perhitungan tahun pada masa-masa tersebut.
Peristiwa-peristiwa penting biasanya hanya dicatat dalam tanggal dan bulan.
Kalaupun tahunnya disebut, biasanya sebutan tahun itu dikaitkan dengan
peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Misalnya tahun gajah, dan lain
sebagainya.
Setelah banyak persoalan muncul akibat tidak
adanya sistem penanggalan yang baku, dan atas prakarsa Khalifah Umar,
diadakanlah musyawarah dengan tokoh-tokoh sahabat lainnya mengenai persoalan
penanggalan ini. Dari sini disepakati bahwa tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW
beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah adalah tahun pertama dalam
kalender Islam. Sedangkan nama-nama keduabelas bulan tetap seperti yang telah
digunakan sebelumnya, diawali dengan bulan Muharram dan diakhiri dengan bulan
Dzulhijjah.
Penanggalan
hijriah ini berdasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. penanggalan ini
didasarkan pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik.[17]
Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari,
yaitu untuk bulan-bulan ganjil berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap
berumur 29 hari, kecuali pada ke-12 (Dzulhijjah) pada Kabisat berumur 30 hari.[18]
Kaidah umum penanggalan tahun Hijriah, yaitu:
1.
1 tahun hijriah = 354 hari (Basithah),
Dzulhijjah = 29 hari = 355 hari (kabisat) Dzulhijjah = 30 hari
2.
Tahun-tahun kabisat jatuh pada urutan ahun
ke-2,5,7,10,13,15,18,21,24,26 dan 29 (tiap 30 tahun)
3.
1 daur = 30 tahun = 10631 hari
Menghitung Hari dan Pasaran
Menghitung hari dan pasaran pada tanggal 1
muharram suatu tahun dengan cara:
1.
Tentukan tahun yang akan dihitung
2.
Hitung tahun tam, yakni tahun yang
bersangkutan dikurangi satu
3.
Hitunglah berapa daur selama tahun tam tersebut
4.
Hitung berapa tahun kelebihan dari sejumlah
daur tersebut
5.
Hitung berapa hari selama daur yang yang ada,
yakni daur kali 10631 hari
6.
Hitung berapa hari selama tahun kelebihan (lihat
daftar jumlah hari tahun hijriah)
7.
Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 (1
muharram)
8.
Jumlah hari kemudian dibagi menjadi 7 ;
1= Jum’at
3= Ahad 5= Selasa 7= Kamis
2= Sabtu
4= Senin 6= Rabu 0= Kamis
9.
Jumlah hari kemudian dibagi 5 ;
1= Legi
3= Pon 5= Kliwon
2= Pahing
4= Wage 0= Kliwon
Jumlah Hari Tahun Hijriah
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
1
2
3
4
5
|
354
709
1063
1417
1772
|
11
12
13
14
15
|
3898
4252
4607
4961
5316
|
21
22
23
24
25
|
7442
7796
8150
8505
8859
|
6
7
8
9
10
|
2126
2481
2835
3189
3544
|
16
17
18
19
20
|
5670
6024
6379
6733
7087
|
26
27
28
29
30
|
9214
9568
9922
10277
10631
|
Contoh:
Tanggal; 1 Muharram 1425 H. Waktu yang
dilalui 1424 tahun, lebih 1 hari atau (1424 : 30) 47 daur. Lebih 14 tahun,
lebih 1 hari
47 daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari
14 tahun= (14 x 354) + 5 hari =
4.961 hari
1
hari = 1
hari +
Jumlah = 504.619
hari
504.619
: 7 =
72.088, lebih 3 = Ahad
(mulai jum’at)
504.619
: 5 = 100.923, lebih
4 = Wage (mulai legi)
Jadi
tanggal 1 muharram 1425 H jatuh pada hari Ahad
Wage
Membuat kalender
Setelah mendapatkan hasil hari dan pasaran pada
tanggal 1 Muharram dengan cara di atas, maka untuk mengetahui hari dan pasaran
pada tanggal tiap-tiap bulan berikutnya, dapat digunakan pedoman di bawah ini;
Pedoman Hari (Hr) dan Pasaran (Ps)
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
Umur
|
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
Umur
|
Muharam
|
1
|
1
|
30
|
Rajab
|
3
|
3
|
30
|
Shafar
|
3
|
1
|
29
|
Sya’ban
|
5
|
3
|
29
|
Rabiul’awal
|
4
|
5
|
30
|
Ramadhan
|
6
|
2
|
30
|
Rabiul’akhir
|
6
|
5
|
29
|
Syawal
|
1
|
2
|
29
|
Jumadil
Ula
|
7
|
4
|
30
|
Dzulqa’dah
|
2
|
1
|
30
|
Jumadil
Akhir
|
2
|
4
|
29
|
Dzulhijah
|
4
|
1
|
29/30
|
Keterangan : Hari
dan pasaran apa saja pada tanggal 1 muharram tahun berapa saja nilainya adalah
1, sehingga untuk bulan-bulan berikutnya, hari dan pasaranya tinggal mengurutkan
hari kebeberapa dari tanggal 1 muharram itu sesuai dengan angka yang ada pada
jadwal (Hr dan Pr) di atas.
Menghitung Hari
Untuk mengetahui hari dan pasaran suatu tanggal
tertentu maka hari dan pasaran tanggal 1 bulan itu bernilai satu, sehingga tinggal
menambahkan sampai tanggal yang dikehendaki.
Misalnya
tanggal 17 Ramadhan 1425 Hijriah, karena tanggal 1 Ramadhan 1425 Hijriah jatuh
pada hari jum’at kliwon, maka tanggal 17 Ramadhan 1425 hijriah jatuh pada hari
Ahad Legi, yakni 17 hari dihitung dari jum’at sehingga jatuh hari Ahad, dan 17
hari dihitung dari kliwon sehingga jatuh pasaran Legi.[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Penanggalan
Masehi/miladiyah yang awalnya berdasarkan pada bulan dan matahari dan juga
konstelasi bintang, namun setelah terjadi ketidaksinkronan antara ketiganya
maka Julius Caesar menggantinya hanya berdasarkan matahari. Penanggalan Masehi/Miladiyah pada mulanya hanya terdapat
10 bulan, yang mana hari-hari pada musim dingin tidak dimasukkan pada
penanggalan. Kemudian Numa Pompilus mengadakan
sedikit reformasi dengan menambahkan bulan januari dan februari. 1 tahun masehi
berumur 365 hari (basithoh) atau 366 hari (kabisat), tahun kabisat adalah tahun
yang habis dibagi 4 dengan jumlah hari pada bulan Februari sebanyak 29 hari. 1 siklus tahun masehi adalah 4 tahun.
Dalam
penanggalan masehi terdapat koreksi gregorius sebanyak 10 hari sejak tanggal 15
Oktober, serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad yang tidak habis
dibagi 4 sejak tanggal tersebut.
Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata
silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus
sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari =
354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih
pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Penentuan
dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriah berbeda dengan pada
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada
pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah
hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Penanggalan kalender hijriah
berdasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. penanggalan ini didasarkan
pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Untuk
menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari,
yaitu untuk bulan-bulan ganjil berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap
berumur 29 hari, kecuali pada ke-12 (Dzulhijjah) pada Kabisat berumur 30 hari.
B.
Saran
Teruslah menjadi pengkaji ilmu-ilmu, termasuk
ilmu Kebumian dan Antariksa, karena sesungguhnya ilmu Kebumian dan Antariksa
mutlak diperlukan dan dikaji agar terciptanya generasi-generasi bangsa yang
peka terhadap alam semesta, lingkungan sekitar, baik kerusakan lingkungan itu
sendiri atau pun cara untuk memamfaatkan lingkungan tanpa mengeksploitasi alam
secara berlebihan. Juga sebagai bahan tafakur terhadap kebesaran dan kekuasaan
Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini dengan segala keteraturannya.
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Az-Zumar ayat 5.
“Dia menciptakan langit
dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan
menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing
berjalan menurut waktu yang ditentukan. ingatlah Dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun”.
Lembaran-lembaran karya yang banyak
kekurangan ini hanya sedikit dari sekian banyak ilmu tentang ilmu Kebumian dan
Antariksa khususnya system kalender Masehi dan Hijriah. Semoga bermamfaat
khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Khazin,
Muhyiddin. 2007. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Buana Pustaka.
Maskufa. 2005. Ilmu
Falaq. Jakarta: Gaung Persada.
Chudlori,
M.Sakur. 1990. Perbandingan Tarikh. Bandung: Iain Sunan Gunung Djati.
Depag.
2002. Almanak Hisab Rukyah. Jakarta: Proyek Pembinaan
Peradilan Agama Islam.
Shofiyullah.
2006. Mengenal Kalender Lunisolar di Indonesia. Malang: P.P. Miftahul
Huda.
Moedji
Raharto. 2001. Sitem Penanggalan
Syamsiyah/Masehi. Bandung: Penertbit ITB.
Ahmad
ghozali Muhammad Fathullah. Faidhul Karim Al-Rouf.
Sismono.
2002. Hari-hari Besar Keagamaan: Nilai-nilai Historis, Filosofis dan
Sosio-kultural. Bandung: Yayasan Tunas Utama.
Al-Quran dan
Terjemah.
2009. Departemen Agama RI.
http://ridhwanibnuluqman.wordpress.com/2010/02/03/menelusuri-asal-mula-sistem-penanggalan-masehi-dan-hijriyah.html
http://ipi2010.blogspot.com/2011/01/sistem-penanggalan-di-dunia.html
[1]
Shofiyullah. 2006. Mengenal Kalender
Lunisolar di Indonesia. Malang: P.P. Miftahul Huda, Hal. 1
[2] Maskufa. 2005. Ilmu Falaq.
Jakarta: Gaung persada, hal.186
[3] Depag. 2002. Almanak Hisab Rukyah.
Jakarta: Proyek Pembinaan Peradilan Agama Islam, hal. 40
[4] Maskufa. Op.cit. hal. 187
[5] Ibid.
[7]Depag. op.cit hal. 41
[8] Maskufa. op.cit. hal.188
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Khazin,
Muhyiddin. 2007. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Buana Pustaka, hal.105
[12] Maskufa. op.cit, hal. 189.
[13]
Ahmad ghozali Muhammad Fathullah. Faidhul Karim Al-Rouf, hal. 14.
[14] Moedji
Raharto. 2001. Sitem Penanggalan
Syamsiyah/Masehi. Bandung: Penertbit ITB, hal. 107-109
[16] Maskufa. Op.cit, hal. 186
[17] Muhyiddin Khazin. Op.cit, hal.112.
[18] Ibid, hal.113-116.
[19] Ibid,
hal.112
izin copy paste gan, untuk dipasang di blog saya..
BalasHapussilahkan
Hapusjadi mkin tau
BalasHapusterimaksih
HapusAda kemungkinan ga hari jum'at kalender masehi jatuh bukan di hari jum'at kalender hijriah?
BalasHapusbisa jadi tapi kelendernya dunia dengan akhirat nanti beda harinya
BalasHapus