Pola Tidur Dipengaruhi Gen
Peneliti mengatakan penemuan tersebut telah membantu memahami lebih baik bagaimana tubuh manusia bekerja, dan pengaruhnya dalam ganguan tidur.
Seperti kata orang, tidur lebih awal, bangun juga lebih awal. Namun dalam dunia peneliti masalah tidur, hal itupun bisa disebut sebagai penyakit, sama seperti gejala yang dirasakan orang yang sulit tidur dimalam hari.
Tubuh manusia bekerja dengan siklus 24 jam. Mekanisme alamiah ini dikenal dengan istilah ritme Circadian, yang menentukan berapa lama kita tidur dan kapan.
Para peneliti, termasuk ahli saraf Dr. Louis Ptacek dari The Howard Hughes Medical Institute, menemukan suatu kerusakan dalam gen yang dikenal sebagai Per2 yang mengatur ritme Circadian itu .
Dalam the Journal Nature, Dr. Ptacek dan rekannya pada Howard Hughes Institute, Universitas Califirnia di San Fransisco melaporkan penemuan mutasi gen yang lainnya pada gen lain yang dikenal sebagai CK1 Delta.
"Jika Anda bayangkan hal itu seperti perputaran roda-roda bergigi dalam jam, kalau gerakannya terlalu cepat mungkin ada masalah dalam salah satu roda atau dalam gen Per2, mungkin juga terjadi mutasi dalam roda yang berbeda, dalam kasus ini, CK1 Delta," jelas Dr. Ptacek yang menemukan adanya gen yang rusak dalam keluarga orang-orang yang bangun pagi.
Ketika gen tersebut dimasukkan kedalam tubuh tikus, binatang tersebut menunjukkan tingkah laku yang serupa. Ketika gen yang sama di suntikkan kepada lalat buah, itu mengacaukan ritme circadian mereka.
Dr. Ptacek mengatakan menggunakan gen yang sama untuk mempelajari tingkah laku spesies yang berbeda mungkin akan medorong penemuan mekanisme molekular yang terlibat dalam gangguan tidur. Ia memperkirakan 3 dari 10 orang memiliki beberapa bentuk ganguan tidur. Riset tentang gen yang mengatur jam tubuh dapat mengarah pada ditemukannya obat ganguan tidur pada orang-orang itu.
"Seiring bertambahnya usia, kita semua memiliki kecenderungan untuk tidur lebih awal dan bangun lebih dini. Dalam beberapa kasus, hal tersebut menjadi masalah bagi para manula yang terbangun ketika udara dingin, cuaca gelap dan kesepian. Jadi penemuan yang kita sebut normal dengan bertambahnya usia adalah contoh lain dimana obat yang membantu kita menyesuaikan jam tubuh kita mungkin akan memperbaiki kualitas hidup orang dengan lebih baik," tambah Dr. Ptacek.
Para peneliti mengatakan ke 6 anggota keluarga yang dipelajari itu karena bangun lebih awal juga menderita asma, depresi dan sakit kepala. Ilmuan percaya mungkin ada kaitan antara penyakit-penyakit tersebut dengan ganguan tidur.
Refleksiologi Tom Feroah dari Medical College of Winconsin di Milwaukee telah meneliti tikus-tikus yang hampir identik satu sama lainnya dan menyimpulkan berbagai perbedaan gen menyebabkan pola tidur yang berbeda.
Professor Feroah mengatakan tak mengherankan kalau orang-orang yang menderita ganguan tidur menderita berbagai penyakit. Ia mengatakan ritme Circadian mengatur rangkaian jam-jam kecil yang terdapat dalam tiap sel, yang akhirnya mengatur sistim kekebalan, pengaturan suhu, hormon dan fungsi-fungsi otak otak.
"Ada gabungan dari seluruh fungsi tubuh, dimana kita mencoba untuk tidur diluar kebiasaan, karena terbiasa dengan TV atau karena ada lampu yang hidup kita seakan-akan mengacaukan seluruh fungsi tubuh. Ini membuat kita merasa lebih tertekan dan tidak mampu juga melepaskan stress, dan tidak tidur dengan baik, tidak sembuh dengan normal kalau sakit dan memiliki kecenderungan menderita penyakit," jelas Feroah.
Orang-orang yang tidurnya tidak baik dan tidak bisa tidur lelap, menderita penyakit jantung lebih banyak, tekanan darah tinggi dan stroke, yang disebabkan gangguan pada system kekebalan,
Para peneliti berharap menemukan gen tidur lebih banyak. Studi laboratorium sejauh ini menunjukkan perubahan kecil pada gen CK1 Delta menenangkan kegiatan protein yang kelihatannya menggangu tidur. Ini mungkin kabar baik bagi orang yang tidak bisa memperoleh tidur malam yang baik.
Hindari Berpakaian Ketat Saat Tidur Pakaian tidur atau piyama hampir selalu berpotongan longgar. Hal itu memang sengaja untuk kenyamanan tidur kita. Tetapi ada alasan yang lebih ilmiah dikemukakan Dr. Maruyama dari Sapparo, Jepang. Bahkan menurutnya selagi tidur sebaiknya tidak menggunakan pakaian dalam yang biasanya ketat di badan. Katanya, pakaian yang menekan perut atau dada, bisa menekan saraf sehingga akan memengaruhi fungsi organ yang bersangkutan. Berdasarkan eksperimen, hal itu dapat menimbulkan berbagai kelainan, seperti diare, sembelit, pusing dan gatal. Dr. Bunkichi dari Tokyo, Jepang, juga mendukung pendapat Dr. Maruyama. Katanya, wanita yang memakai celana dalam/BH selagi tidur, apalagi secara ketat, dapat mengalami alergi saluran pernapasan, serta mengganggu kegiatan seharian. Penderita penyakit itu kian meningkat. Misalnya, jumlah penderita alergi saluran pernapasan tahun 1991 lebih banyak dari 1990. Peningkatan ini akibat pakaian dalam yang semakin ketat. Para konsumen semakin banyak yang meminta pakaian dalam ketat terdorong oleh keinginan mereka untuk menampakkan melangsingkan tubuh. Sebagaimana diketahui, wanita yang ingin kurus lebih banyak daripada yang ingin gemuk. Ini otomatis memancing produsen untuk lebih banyak memproduksi pakaian dalam yang ketat. Memang menurut ahli kosmetik, besarnya payudara/panggul, misalnya, dapat ditekan hingga 25% dengan pakaian dalam yang ketat. Padahal itu hanya bersifat semu. Jadi sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kelangsingan tubuh. Malah jika tidak dinetralisir, dapat merusak garis-garis pada kulit. Semua itu hanya propaganda produsen yang berorientasi keuntungan besar dengan memanfaatkan konsumen yang ingin berpenampilan sesuai dengan mode yang sedang ngetrend. Sebenarnya banyak ahli kedokteran yang menyarankan, agar wanita seharian tidak memakai pakaian dalam. Tapi karena tidak mungkin, apalagi menurut sebagian ahli kosmetik hal ini dapat meloyokan payudara/panggul. Terlepas dari eksperimen itu, oleh sebagian ahli dokteran, konsep itu memang rasional. Logikanya ketika Anda menolong teman yang baru saja tenggelam, tentu pertolongan awal yang diberikan ialah membuka segala yang menjerat tubuh, termasuk pakaian dalam. Ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan terhadap sistem pernapasan. Sebenarnya dengan melepaskan pakaian dalam menjelang tidur, kita akan memperoleh keuntungan, yaitu : 1. Sirkulasi darah, termasuk di sekitar pakaian dalam, akan lebih baik, lebih lancar dan lebih sempurna. 2. Elastisitas tubuh akan lebih lentur, hingga dapat membuat tidur lebih tenang atau lebih nyenyak. 3. Kehangatan tubuh lebih alami. Kini timbul kesan, dengan pakaian dalam,kehangatan tubuh akan meningkat. Ini salah. Justru tanpa pakaian dalam, tubuh akan lebih mudah dihangatkan. 4. Kehalusan kulit akan lebih baik, meskipun dalam kapasitas sangat kecil (baru dapat dirasakan beberapa bulan kemudian). Ini karena kulit memperoleh oksigen yang lebih banyak/lebih lancar. Bagi mereka yang kurang pandai/terampil menjaga kesehatan, melepaskan pakaian dalam menjelang tidur, lebih ditekankan. Soalnya untuk daerah tropis, seperti di Indonesia, pakaian dalam dapat dengan mudah merangsang keringat membasahi tubuh. Sedangkan jika tidak diseka menjelang tidur akan memberi kesempatan pada mikroorganisme untuk beraksi pada kulit, yang berarti dapat menimbulkan kelainan pada kulit, seperti kudis. |
Komentar
Posting Komentar