ATONIA UTERI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Bagian Ilmu Kesehatan Obstetri Dan Gynekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
                                                                                                            


Di susun oleh :
IRWANTO
                      0407101010024
  



Pembimbing :
dr. M. Ridwan, Sp.OG



Bagian Ilmu Kesehatan Obstetri Dan Gynekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/
RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
2011

BAB I
PENDAHULUAN

Secara global, lebih dari setengah juta perempuan meninggal setiap tahun akibat kehamilan dan persalinan. Jumlah perdarahan 28% dari total angka kematian ibu langsung sebagai penyebab kematian ibu yang paling umum secara global. Di Inggris, penurunan angka kematian dari perdarahan telah terjadi sejak tahun 1950, ketika sedikitnya 40 wanita meninggal per tahun, untuk tahun-tahun terakhir dimana sekitar 3 wanita meninggal per tahun akibat perdarahan. Meskipun ini adalah perbaikan yang signifikan, perdarahan obstetrik yang berat masih penyebab langsung ketiga besar dari kematian ibu. Menariknya, telah terjadi peningkatan yang mencolok dalam kematian dari perdarahan postpartum (PPH) yang terjadi sejak trimester terakhir, dimana seorang wanita meninggal, dengan 10 kematian yang dilaporkan dalam trimester ini. Kurang perawatan diidentifikasi pada 80% dari kasus-kasus ini. Jelas kita masih gagal dalam pengelolaan PPH, tidak hanya dalam mencegah kematian, tapi juga dalam mencegah morbiditas serius yang dihadapi oleh wanita yang bertahan hidup.1

Gambar 1. Epidemiologi perdarahan postpartum2
Pada tahun 2003-2005, the UK Confidential Enquiries into Maternal Deaths melaporkan bahwa perdarahan adalah penyebab langsung ketiga tertinggi dari kematian ibu (6,6 kematian/juta maternal). Bahkan di Inggris, mayoritas kematian ibu karena perdarahan harus dianggap dapat dicegah, dengan 10 dari 17 (58%) kasus di triennium 2003-2005 dinilai telah menerima ‘major substandard care’. Pendarahan kedaruratan sebagai penyebab utama morbiditas ibu hampir pada semua kasus, hampir tidak diaudit pada negara maju dan berkembang. Di Skotlandia, tingkat perdarahan yang mengancam jiwa (kehilangan darah 2,5 liter atau lebih atau ibu yang menerima lebih dari 5 unit transfusi darah atau ibu yang mendapat terapi koagulopati setelah kasus akut) diperkirakan 3.7/1000 maternal.3
Oleh karena pentingnya perdarahan obstetrik sebagai penyebab utama kematian dan kecatatan ibu, dan karena bukti perawatan substandar pada sebagian besar kasus yang fatal, perdarahan obstetrik harus dianggap sebagai prioritas topik
untuk pengembangan pedoman nasional. Perdarahan obstetrik meliputi perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum.3





BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2. 1. PERDARAHAN POSTPARTUM

2.1.1        Definisi
WHO mendefinisikan perdarahan postpartum dengan hilangnya darah 500 ml atau lebih dari saluran reproduksi setelah persalinan.3,4,5,6,7,8
Sumber lain menyebutkan bahwa perdarahan postpartum merupakan hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga selesai.9
Perdarahan postpartum terdiri dari Perdarahan Postpartum Primer (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3) dan Perdarahan Postpartum Sekunder (Perdarahan Pascapersalinan Sekunder atau P2S).6 Perdarahan Postpartum Primer merupakan perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan. Sedangkan Perdarahan Postpartum Sekunder merupakan perdarahan setelah 24 jam persalinan sampai 6 minggu persalinan.4,5 atau sampai 12 minggu persalinan.3
Perdarahan postpartum dapat digolongkan ke dalam:3
·         Minor (500-1000 ml)
·         Mayor (>1000 ml)
o   Sedang (1000-2000 ml)
o   Berat (>2000 ml)




2.1.2        Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab perdarahan postpartum adalah karena kelainan salah satu dari empat penyebab dasar, atau '4T' mnemonik, yang dapat disebabkan oleh salah satu atau gabungan dari beberapa penyebab berikut:1,10

Tabel 1. Etiologi Perdarahan Postpartum1,10
4T
Penyebab Spesifik
Frekuensi Relatif
Tone
Atonia uteri
70%
Trauma
Laserasi serviks, vagina dan perineum;
Hematoma pelvis;
Inversi uterus;
Ruptura uterus.
20%
Tissue
Sisa jaringan/produk konsepsi;
Invasif plasenta
10%
Thrombin
Koagulopati
1%

Jika dibedakan berdasarkan primer dan sekunder, etiologi perdarahan postpartum primer yaitu:4
·         Atonia uteri
·         Trauma genital (termasuk trauma spontan dan yang disebabkan
oleh tindakan atau interferensi, misalnya instrumen persalinan
termasuk operasi caesar, episiotomi, pemotongan gishiri)
·         Koagulopati/kegagalan pembekuan darah (jarang)
·         Inversi uterus (jarang)
Sedangkan etiologi perdarahan postpartum sekunder:4
·         Sisa fragmen plasenta atau membran
·         Penumpukan jaringan mati diikuti tenaga kerja terhambat (ini mungkin
melibatkan serviks, vagina, kandung kemih, rektum)
·         Luka rahim (setelah operasi caesar atau ruptur uteri)
Sedangkan jika dibedakan berdasarkan faktor resiko dan penyebab yang mendasari serta faktor resiko klinis, ‘4T’ mnemonik perdarahan postpartum:11
Tabel 2. '4T' Mnemonik Faktor Resiko Perdarahan Postpartum11
FAKTOR RESIKO PERDARAHAN POSTPARTUM
4T
Proses Etiologi
Faktor Resiko Klinis
Tone
(Kontraksi uterus yang abnormal)
·         Distensi uterus yang berlebihan
·         Polihidramnion
·         Gestasi multipel
·         Makrosomia
·         Kelelahan otot uterus
·         Persalinan yang terlalu cepat
·         Persalinan lama
·         Paritas yang tinggi
·         Infeksi intraamnion
·         Demam
·         Pecah ketuban dini yang lama
·         Distorsi fungsi/anatomi uterus
·         Fibroid uterus
·         Plasenta previa
·         Anomali uterus
Tissue
(Sisa konsepsi yang tertahan/tertinggal)
·         Jaringan yang tertinggal
·         Abnormal plasenta
·         Cotyledon atau lobus  succinturiate yang tertinggal
·         Pengeluaran plasenta yang tidak komplit
·         Riwayat operasi pada uterus sebelumnya
·         Paritas yang tinggi
·         Abnormal plasenta
·         Bekuan darah yang tertinggal
·         Atonia uterus
Trauma
(Laserasi saluran reproduksi)
·         Laserasi serviks, vagina, atau perineum
·         Persalinan precipitous (persalinan yang terlalu cepat)
·         Persalinan secara operasi
·         Ekstensi, laserasi pada operasi seksio sesaria
·         Malposisi
·         Deep engagement
·         Ruptur uteri
·         Riwayat operasi pada uterus sebelumnya
·         Inversi uteri
·         Paritas tinggi
·         Plasenta di fundus
Thrombin
(Kelainan koagulopati)
·         Pre-existing states
·         Hemofilia A
·         Von Willebrand’s disease
·         Hx of hereditary coagulopathies
·         Hx of liver disease
·         Yang diperoleh saat kehamilan
·         ITP
·         Trombositopenia dengan pre-eklampsia
·         DIC
·         Pre-eklampsia
·         IUFD
·         Infeksi berat
·         Abrupsi
·         Embolus cairan amnion


·         Memar
·         Tekanan darah meningkat
·         Kematian janin
·         Demam
·         Perdarahan antepartum
·         Collapse mendadak
·         Antikoagulan terapetik
Hx of blood clot


2.1.3        Diagnosis

Tabel 3. Diagnosis perdarahan pascapersalinan6
Gejala dan tanda
yang selalu ada
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
Diagnosis kemungkinan
·         Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·         Perdarahan segera setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)*
·         Syok
Atonia uteri
·         Perdarahan segera (P3)*
·         Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (P3)
·         Uterus berkontraksi baik
·         Plasenta lengkap
·         Pucat
·         Lemah
·         Menggigil
Robekan jalan lahir
·         Plasenta belum lahir setelah 30 menit
·         Perdarahan segera (P3)*
·         Uterus berkontraksi baik
·         Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
·         Inversio uteri akibat tarikan
·         Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
·         Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
·         Perdarahan segera (P3)*
·         Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Tertinggalnya sebagian plasenta
·         Uterus tidak teraba
·         Lumen vagina terisi massa
·         Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
·         Perdarahan segera (P3)**
·         Nyeri sedikit atau berat
·         Syok neurogenik
·         Pucat dan limbung
Inversio uteri
·         Sub-involusi uterus
·         Nyeri tekan perut bawah
·         Perdarahan >24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
·         Anemia
·         Demam
Perdarahan terlambat
Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)
·         Perdarahan segera (P3)*
(Perdarahan intraabdominal dan/atau vaginum)
·         Nyeri perut berat
·         Syok
·         Nyeri tekan perut
·         Denyut nadi ibu cepat
Robekan dinding uterus (Ruptura uteri)
*    Perdarahan sedikit apabila bekuan darah pada serviks atau posisi telentang menghambat aliran darah keluar.
**  Inversi komplit mungkin tidak menimbulkan perdarahan


2.2      ATONIA UTERI

2.2.1        Definisi
Atonia uteri adalah tidak adanya tonus otot uterus yang disebabkan kegagalan otot uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir.12
Atonia uteri merupakan hasil dari kehilangan darah yang berlebihan ketika miometerium gagal untuk berkontraksi yang adekuat setelah plasenta lahir.13

2.2.2        Anatomi Uterus Dan Fisiologi His
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri.7

Gambar 2. Uterus normal (sumber: MedlinePlus)

Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas:7
·         Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri
·         Miometrium (otot-otot polos)
·         Lapisan serosa, yaitu peritonium viserale
Gambar 3. Lapisan uterus (sumber: Indiana University Bloomington)



Uterus terdiri dari atas tiga lapisan miometrium, yaitu:7
·         Lapisan luar longitudinal
·         Lapisan dalam sirkular
·         Lapisan tengah dengan otot-otot yang beranyaman “tikar”
Lapisan ini paling penting dalam persalinan karena sesudah plasenta lahir, otot lapisan ini berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka di tempat itu, sehingga perdarahan berhenti.
Gambar 4. Serat otot miometrium (sumber: McGraw Hill)

Berbeda dengan otot polos lain, pemendekan otot rahim lebih besar, tenaga dapat disebarkan ke segala arah dan karena susunannya tidak terorganisasi secara memanjang hal ini memudahkan pemendekan, kapasitas untuk meningkatkan tekanan dan menyebabkannya tidak bergantung pada letak atau presentasi janin.7
Uterus diberi darah oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri dari ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria iliaka interna (disebut juga arteria hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina.7
Pembuluh darah lain yang juga memberi darah ke uterus adalah arteria ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba falloppii, beranastomosis dengan ramus asendens arteria uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut terdapat vena-vea yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.7
Gambar 5. Ilustrasi gambaran anyaman otot miometrium saat a) relaksasi, b) kontraksi.
(Sumber: WHO)

His yang sempurna bila terdapat:7
·         Kontraksi yang simetris
·         Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri
·         Sesudah itu terjadi relaksasi
Pengetahuan fungsi uterus dalam masa kehamilan banyak dipelajari oleh Caldeyro-Barcia dengan memasukkan kateter polietilen halus ke dalam ruang amnion dan memasang mikrobalon di miometrium fundus uteri, di tengah-tengah korpus uteri dan di bagian bawah korpus uteri, semuanya disambung kateter polietilen halus ke alat pencatat (electrometer). Ternyata diketahui bahwa otot-otot uterus tidak mengadakan relaksasi sampai 0, akan tetapi masih mempunyai tonus, sehingga tekanan di dalam ruang amnion masih terukur antara 6-12 mmHg. Pada tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudo atau intensitas his yang mempunyai dua bagian: bagain pertama peningkatan tekanan yang agak cepat dan bagian kedua penurunan tekanan yang agak lambat.7
Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan aktifitas uterus dan ini diukur dengan unit Montevideo. Umpama amplitudo 50 mmHg, frekuensi his 3 x dalam 10 menit, maka aktivitas uterus adalah 50 x 3 = 150 unit Montevideo. Nilai yang adekuat untuk terjadinya persalinan ialah 150 - 250 unit Montevideo.7

2.2.3        Etiologi Dan Faktor Resiko
a.       Faktor pada masa antenatal dan berhubungan dengan peningkatan insiden perdarahan postpartum secara signifikan; wanita dengan faktor-faktor di bawah ini harus dianjurkan untuk melahirkan dengan bantuan dokter spesialis obgyn:1
1)      Plasenta previa
2)      Kehamilan multijanin
b.      Faktor pada masa antenatal dan berhubungan (walaupun kecil) dengan peningkatan insiden perdarahan postpartum; faktor-faktor ini harus diperhitungkan ketika mempertimbangkan proses persalinan:1
1)      Riwayat perdarahan postpartum
2)      Obesitas (BMI > 35)
c.       Faktor yang ada selama proses persalinan; foktor-faktor ini merupakan faktor yang memerlukan kesiagaan:1
1)      Persalinan lama (> 12 jam)
2)      Usia (> 40 tahun, bukan multiparitas)
d.      Beberapa anestetik umum, seperti hidrokarbon berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus.9
e.       Overdistensi uterus: janin besar, hidramnion.9
f.       Setelah partus presipitatus.9
g.      Setelah induksi oksitosin atau augmentasi persalinan.9
h.      Paritas tinggi.9
i.        Atonia uteri pada kehamilan sebelumnya.9
j.        Korioamnionitis.9
k.      Wanita yang persalinannya ditandai dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif besar kemungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.9
l.        Pemijatan dan penekanan secara terus-menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran darah meningkat.9

2.2.4        Diagnosis
Perdarahan postpartum sebelum plasenta lahir disebut perdarahan kala tiga. Berbeda dengan pendapat umum, apabila perdarahan dimulai sebelum atau setelah pelahiran plasenta, atau pada keduanya, mungkin tidak akan terjadi perdarahan masif, tetapi terjadi perdarahan terus-menerus yang tampaknya sedang tetapi menetap sampai timbul hipovolemia serius.9
Efek perdarahan banyak bergantung pada voluma darah sebelum hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat pelahiran. Gambaran perdarahan postpartum yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak. Wanita normotensif mungkin sebenarnya mengalami hipertensi sebagai respons terhadap perdarahan, paling tidak pada awalnya. Selain itu, wanita yang sudah mengalami hipertensi mungkin dianggap normotensif walaupun sebenarnya mengalami hipovolemia berat. Yang tragis, hipovolemia ini mungkin belum diketahui sampai tahap sangat lanjut.9
Wanita dengan preeklamsia berat biasanya tidak mengalami hipervolemia terindukasi-kehamilannya. Karena itu, ia sering sangat peka atau bahkan tidak toleran terhadap apa yang sebenarnya merupakan perdarahan normal. Jadi, apabila dicurigai terjadi perdarahan berlebihan pada wanita dengan hipertensi kehamilan berat, harus dilakukan upaya-upaya untuk segera mengidentifikasi berbagai gambaran klinis dan laboratorium yang mengharuskan pemberian larutan kristaloid dan darah dalam jumlah besar.9
Apabila fundus kurang terpantau setelah melahirkan, darah mungkin tidak keluar dari vagina, tetapi tertimbun di dalam uterus. Dalam hal ini rongga uterus dapat teregang oleh 1000 mL atau lebih darah sementara petugas kesehatan yang membantu lalai mengidentifikasi uterus yang besar atau, setelah mengidentifikasinya, secara salah memijat gumpalan lemak abdomen. Karena itu, perawatan uterus postpartum jangan diserahkan kepada petugas yang kurang berpengalaman.9
Kecuali apabila penimbunan darah intrauterin dan intravagina mungkin tidak teridentifikasi, atau pada beberapa kasus ruptur uteri dengan perdarahan intraperitoneum, diagnosis perdarahan postpartum seharusnya mudah. Pembedaan sementara antara perdarahan akibat atonia dan akibat laserasi ditegakkan berdasarkan kondisi uterus. Apabila perdarahan berlanjut walaupun uterus berkontraksi kuat, penyebab perdarahan kemungkinan besar adalah laserasi. Darah merah segar juga mengisyaratkan adanya laserasi. Untuk memastikan peran laserasi sebagai penyabab perdarahan, harus dilakukan inspeksi yang cermat terhadap vagina, serviks, dan uterus.9
Kadang-kadang perdarahan disebabkan baik oleh atonia maupun trauma, terutama setelah pelahiran operatif besar. Secara umum, harus dilakukan inspeksi serviks dan vagina setelah setiap pelahiran untuk mengidentifikasi perdarahan akibat laserasi. Anestesi harus adekuat untuk mencegah rasa tidak nyaman saat pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap rongga uterus, serviks, dan keseluruhan vagina harus dilakukan setelah ekstraksi bokong, versi podalik internal, dan pelahiran pervaginam pada wanita yang pernah menjalani seksio sesarea. Hal yang sama berlaku pada perdarahan berlebihan selama kala dua persalinan.9

2.2.5        Penatalaksanaan
Tabel 4. Jenis Uterotonika dan cara pemberiannya6
JENIS DAN CARA
OKSITOSIN
ERGOMETRIN
MISOPROSTOL
Dosis dan cara pemberian awal
IV :  infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis dengan 60 tetesan per menit
IM : 10 unit
IM atau IV (secara perlahan) : 0,2 mg
Oral 600 mcg atau rektal 400 mcg
Dosis lanjutan
IV :  infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit
Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit.
Jika masih diperlukan beri IM /IV setiap 2-4 jam
400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal
Dosis maksimal per hari
Tidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin
Total 1 mg atau 5 dosis
Total 1200 mcg atau 3 dosis
Indikasi kontra atau hati-hati
Tidak boleh memberi IV secara cepat atau bolus
Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi
Nyeri kontraksi
Asma

Gambar 6. Manajemen aktif kala 3 persalinan rg (sumber: AAFP)

Pada atonia uteri uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.6
·         Teruskan pemijatan uterus
·         Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
·         Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
·         Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan
·         Jika perdarahan terus berlangsung:
o   Pastikan plasenta lahir lengkap
o   Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut
o   Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati
·         Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
o   Kompresi bimanual internal
o   Kompresi aorta abdominal
·         Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
o   Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika
o   Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi




Dalam sumber lain, terdapat mnemonik HAEMOSTASIS untuk manajemen atonia uteri.8
HAEMOSTASIS
H         : Ask for Help
A         : Assess (vital parameters, blood loss) and Resuscitate
E         : Establish Aetiology, Ensure Availability of Blood, Ecbolics (syntometrine, ergometrin, bolus syntocinon)
M        : Massage uterus
O         : Oxytocin infusion/prostaglandin – IV/per rectal/IM/intramyometrial
S          : Shift to theatre – exclude retained products and trauma/bimanual compression
T         : Tamponade balloon/uterine packing
A         : Apply compression sutures – B-Lynch/modified
S          : Systematic pelvic devascularization – uterine/ovarian/quadruple/internal iliac
I          : Interventional radiologist – if appropriate, uterine artery embolization
S          : Subtotal/total abdominal hysterectomy
Gambar 7. Kompresi Bimanual Interna (KBI). (sumber: AAFP)
H         : Minta Bantuan
A         : Nilai (parameter vital, kehilangan darah) dan resusitasi
E          : Menetapkan Etiologi, Pastikan Ketersediaan Darah, Ecbolics (syntometrine, ergometrin, syntocinon bolus)
M         : Pijat rahim
O         : Oksitosin infus/prostaglandin - IV/per rektal/IM/intramyometrial
S          : Pindah ke ruang operasi – memastikan tidak adanya sisa jaringan dan trauma/kompresi bimanual
T          : Tamponade balon/pengompresan rahim
A         : Terapkan kompresi menjahit luka - B-Lynch/dimodifikasi
S          : Sistematis devaskularisasi panggul - rahim/ovarium/quadruple/internal iliaka
I           : Interventional radiolog - jika sesuai, embolisasi arteri rahim
S          : Subtotal/histerektomi total perabdominam
Gambar 8. Tamponade balon. (sumber JPOG)

Gambar 9. Jahitan B-Lynch. (sumber JPOG)

2.2.6        Pencegahan1
a.       Managemen aktif kala tiga menurunkan volume perdarahan pada ibu dan mengurangi resiko terjadinya perdarahan postpartum.
b.      Oxitosin profilaksis sangat dianjurkan untuk diberikan secara rutin pada managemen kala tiga pada semua ibu yang dapat menurunkan resiko terjadinya perdarahan postpartum sekitar 60%.
c.       Pada wanita yang tidak memiliki faktor resiko perdarahan postpartum pada persalinan pervaginam, oxitosin (5 IU atau 10 IU dengan injeksi intramuskular) merupakan agen pilihan untuk profilaksis pada kala tiga.
d.      Pada wanita dengan persalinan perabdominal (caesarean section), oxitosin (5 IU dengan injeksi intravena secara perlahan) digunakan untuk merangsang terjadinya kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan.
e.       Bolus oxitosin mungkin tidak cocok diberikan pada sebagian wanita, seperti wanita dengan gangguan kardiovaskular mayor, dianjurkan pemberian infus dosis rendah.
f.       Syntometrine dapat digunakan pada wanita yang tidak mengalami hipertensi (contohnya kadar hemoglobin yang rendah pada masa antenatal) yang dapat menurunkan resiko terjadinya perdarahan postpartum minor (500-1000 mL) namun dapat meningkatkan frekuensi muntah.
g.      Misoprostol tidak lebih efektif dibandingkan oxitosin namun dapat digunakan jika oxitosin tidak tersedia, seperti saat persalinan terjadi di rumah.

2.2.7        Komplikasi 14

a.       Syok hipovolemik dan terkait kegagalan organ termasuk gagal ginjal, stroke, infark miokard.
b.      Hipopituitarisme postpartum (Sindrom Sheehan): kehilangan darah akut dan/atau syok hipovolemik selama dan setelah melahirkan dapat menyebabkan hipoperfusi dari nekrosis hipofisis dan selanjutnya. Meskipun sering tanpa gejala, hal itu mungkin hadir dengan ketidakmampuan untuk menyusui, hipogonadisme amenore kelelahan, dan hipotensi.
c.       Sekunder untuk syok hipovolemik: kematian.

2.2.8        Prognosis 14
Prognosis tergantung pada penyebab dari perdarahan, lamanya, jumlah perdarahan yang terjadi, keadaan yang memperparah perdarahan, dan efektivitas dari terapi yang diberikan. Diagnosis dan terapi yang cepat dan tepat mutlak diperlukan untuk mencapai hasil yang terbaik pada setiap pasien.  



DAFTAR GAMBAR

1        Uterus normal. Sumber MedlinePlus. Available at URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19263.htm
2        Lapisan uterus. Sumber Indiana University Bloomington. Available at URL: http://www.indiana.edu/~anat215/virtualscope2/docs/chap11_4.htm
4        Ilustrasi gambaran anyaman otot miometrium saat a) relaksasi, b) kontraksi. Sumber World Health Organization (WHO). Managing Postpartum Haemorrhage. Midwifery Education Modules – 2nd ed. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2008. 47-98
5        Skema manajemen aktif kala 3 persalinan. Sumber Anderson, JM. Etches D. Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage. American Academy of Family Physician (AAFP). 15 Maret 2007. 75(6): 875-882
6        Kompresi Bimanual Interna (KBI). Sumber Anderson, JM. Etches D. Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage. American Academy of Family Physician (AAFP). 15 Maret 2007. 75(6): 875-882
7        Tamponade balon. Sumber Chandraharan, E. Arulkumaran, S. Management Algorithm for Atonic Postpartum Haemorrhage. JPOG. 2005. 106-12
8        Jahitan B-Lynch. Sumber Chandraharan, E. Arulkumaran, S. Management Algorithm for Atonic Postpartum Haemorrhage. JPOG. 2005. 106-12



DAFTAR PUSTAKA

1        Smith, JR. Brennan, BG. Postpartum Hemorrhage, overview. eMedicine. 2010. (13 screens). Available at URL:
2        Ramanathan, G. Arulkumaran, S. Postpartum Haemorrhage. Current Obstetrics and Gynaecology. Elsevier. 2006. (16), 6-13
3        Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage. RCOG Green-top Guideline. Minor revisions November 2009. (52), 1-24
4        World Health Organization (WHO). Managing Postpartum Haemorrhage. Midwifery Education Modules – 2nd ed. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2008. 47-98
5        El-Refaey, H. Rodeck, C. Post-partum Haemorrhage: Definitions, Medical and Surgical Management. A Time for Change. British Medical Bulletin. 2003. 67: 205-217
6        Saifuddin, AB. Wiknjosastro, GH. Affandi, B. Waspodo, D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2002: M25-9
7        Prawirohardjo, S. Saifuddin, AB. Rachimhadhi, T. Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan, edisi keempat. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2008: 188-204, 288-295, 522-529
8        Chandraharan, E. Arulkumaran, S. Management Algorithm for Atonic Postpartum Haemorrhage. JPOG. May/June 2005. 106-12
9        Cunningham, FG. et al. Obstetri Williams, edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1: 685-742
10    Anderson, J. Etches, D. Smith D. J: Postpartum Hemorrhage: Third Stage Emergency. ALSO. 1-15
11    Schuurmans, N. MacKinnon, C. Lane, C. Etches, D. Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage. SOGC Clinical Practice Guideline. 2000. 88: 1-11
12    Mazumdar, MD. Postpartum Haemorrhage. GynaeOnline. (3 screens) Available at: http://www.gynaeonline.com/postpartum_hemorrhage.htm
13    Dildy, GA. Postpartum Hemorrhage: New Management Options in Clinical Obstetrics and Gynecology. Louisiana State University Health Sciences Center. Louisiana, New Orleans. 2002.
14    Maame, YY. Perdarahan Postpartum di Pengobatan Darurat. Available at: http://emedicine.medscape.com. 20 April 2010. Diakses tanggal 11 April 2011.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengetahui Kode (wilayah,daerah,Area) Kartu Telkomsel

ICD X Bahasa Indonesia