DEMAM TYPOID
Refarat dan Presentasi kasus
DEMAM TIFOID
Diajukan sebagai salah satu Tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/
RSUD dr. Fauziah Bireun
Oleh :
Irwanto 0407101010024
Pembimbing :
Dr. Faisal Lubis, Sp. PD, FINASIM
Dr. Muwardi, Sp. PD
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/
RSUD dr. Fauziah Bireun
2011
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus dan tinjauan kepustakaan yang berjudul “Demam Tifoid”. Yang akan diajukan penulis untuk melengkapi tugas-tugas dalam menjalani kepanitraan klinik senior (KKS). Selawat dan salam juga penulis haturkan keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pegetahuan.
Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Faisal Lubis, Sp.PD, FINASIM dan dr. Muwardi, Sp.PD sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya sehingga tugas presentasi kasus dan tinjauan kepustakaan ini dapat selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tinjauan kepustakaan ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tinjauan kepustakaan ini.
Akhir kata penulis berharap tugas tinjauan kepustakaan ini dapat berguna bagi kita semua.
Bireun, 22 September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2
2.1 Defenisi.............................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi...................................................................................... 2
2.3 Etiologi.............................................................................................. 2
2.4 Patofisiologi....................................................................................... 4
2.5 Diagnosis........................................................................................... 5
2.5.1 Manifestasi klinis ..................................................................... 5
2.5.2 Pemeriksaan penunjang............................................................ 5
2.6 Penatalaksanaan............................................................................... 7
2.7 Komplikasi....................................................................................... 8
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................ .9
PRESENTASI KASUS...................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk para–typhoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S. paratyphy A, S. paratyphi B dan S.paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S. paratyphy, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi. Demam typhoid abdominalis atau demam typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar antara 354-810/100.000 penduduk pertahun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
B. EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.2,3
C. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain.
![]() |
Gambar 2.1 Agent penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agen farmakeutika an bahan tinja.
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.
D. PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam lumen usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon humoral mukosa usus (IgA) kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman akan berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup di dalam makrofag dan selanjutnya akan dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini akan masuk ke sirkulasi darah ( menyebabkan bakteremia asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di dalam organ-organ in kuman meningglakan makrofag dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi menyebabkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus lumen usus. Proses yang sama terulang kembali, berehubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam Plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi perdarahan sekitar plaque Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi, endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.
E. DIAGNOSIS
1. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala klinis timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai dengan komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi pada umunya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
2. Pemeriksaan Penunjang
· Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopenia, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati (SGOT dan SGPT meningkat) tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.
· Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman S.thypi dengan antiboby yamg di sebut aglutinin. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
a. Aglutinin O dari tubuh kuman
b. Aglutinin H dari flagella kuman
c. Aglutinin v simpai dari simpai kuman
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk diagnostik demam tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinan terinfeksi penyakit ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut, mula-mula timbul aglutinin O kemudian diikuti dengan aglutinin H. pada orang yang telah sembuh dapat dijumpai aglitinin O 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu
1) Pengobatan dini dengan antiboitik
2) Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid
3) Waktu pengambilan darah
4) Daerah endemik atau non endemik
5) Riwayat vaksinasi
6) Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.
7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan starin salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat saja, dan dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium.6 Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.5
· Kultur darah
Diagnosis definitif penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari spesimen yang berasal dari darah penderita.
Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotik. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%.6
F. TATA LAKSANA
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Kadang-kadang perlu konsultasi ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi, bahkan ke Bagian lain/Bedah.
· Pengobatan non-medikamentosa
1. Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dan sangat perlu sekali di jaga kebersihannya.6
2. Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang dapat mempengarui kondisi pasien demam tifoid, di masa lampau penderita demam tifoid hanya diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhir nya di berikan nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.6
· Pengobatan medikamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.6
- Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
- ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
- amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari, atau
- kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, oral, selama 14 hari.6
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:
1. Komplikasi intestinal :
a.Perdarahan usus
b.Perforasi usus
c.Ileus paralitik
a.Perdarahan usus
b.Perforasi usus
c.Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
a. Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.
Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
d.Komplikasi hepar dan kandung empedu :
Hepatitis dan kolesistisis.
Hepatitis dan kolesistisis.
e.Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f.Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.
g.Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia.
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Juwono R. Demam Tifoid. In: Noer MS, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 3th ed. Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. p. 435-441.
2. Jawetz E, Melnick JL, Andelberg EA. Batang gram negatif enterik. In Setiawan I, editor. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGC, 1996. 299-303.
3. Christie AB. Typhoid and Paratyphoid Fevers in : Infectious Disease Vol. 1, 4th ed. Churchill Livingstone : Medical Division of Longman Group UK Limited, 1987 : 100.
4. Cleary Th G. Salmonella species in longess, Pickerling LK, Praber CG. Principles and Practice of Pediatric Infectious Disease Churchill Livingstone, New York 1nd ed, 2003 : hal. 830.
5. Hoffman S. : Typhoid fever in Warren KS dan Mahmpud AAF (eds) : Tropical and Geographical ed ke 2, New York, Mc Graw-Hill Information Services Co. (1990).
6. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K.Marcellius S,Setati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: internal publishing,2009. P. 2797-2809.
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Status : Sudah menikah
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Meunasah Pungee, Peudada
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 15 September 2011
Tanggal pemeriksaan : 19 September 2011
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : sakit kepala, lemah, tidak nafsu makan, mencret.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan Puskesmas Peudada datang dengan keluhan demam. Demam telah berlangsung sekitar 3 hari SMRS. Demam bersifat naik perlahan-lahan dan memberat pada sore hingga malam hari, pagi hari demam turun tapi seberat malam harinya. Demam tidak disertai dengan menggigil. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat dibawa ke Puskesmas Peudada karena tidak sadarkan diri selama 5 jam. Pasien saat itu sedang demam tinggi. Tidak ada kejang, sakit kepala, mual dan muntah sebelum pingsan.
Pasien juga mengeluh sering sakit kepala dan badan terasa lemas yang dialami bersamaan dengan demam. Nafsu makan pasien juga menurun selama sakit. Tidak dijumpai mual dan muntah.
Pasien mengeluh mencret sejak 3 hari SMRS. Frekuensi 3-4x/hari, konsistensi cair, berwarna kuning, darah (-), lendir (-). Tidak dijumpai keluhan saat buang air kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat malaria, demam berdarah dengue, dan demam typhoid disangkal
- Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal.
Riwayat Pemakai Obat :
Pasien sudah berobat ke Puskesmas Peudada dan mendapatkan obat minum tapi tidak tau nama obatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan seperti ini.
III. PEMERIKSAAN
Sensorium : Compos Mentis Anemia : (-)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Sianosis : (-)
Nadi : 58 x/menit, regular Dispnoe : (-)
Pernapasan : 24 x/menit Edema : (-)
Temperatur : 36,7 0C Ikterus : (-)
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Kesimpulan
Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Tampak sakit sedang
Keadaan Gizi : IMT= 

= 27,1
= berat badan lebih

Pemeriksaan Fisik:
1. Kepala
- Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil : bulat, sentral, isokor, Ф 3mm/3mm, konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga : Sekret (-), Perdarahan (-), Tanda radang (-)
- Hidung : Sekret (-), Perdarahan (-), NCH (-)
- Mulut : - Lidah: Beslag (-), Tremor (-), Papil lidah atropi (-)
- Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal, faring hiperemis (-)
2. Leher
- Pembesaran KGB : (-)
- Struma : Tidak teraba
- Trakea : Medial
- JVP : R-2 cmH2O
3. Thorak Depan
· Inspeksi : Statis : Simetris ,Retraksi (-)
Dinamis : Simetris, Retraksi (-)
· Palpasi
Stem Fremitus | Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Normal | Normal |
Lap. Paru Tengah | Normal | Normal |
Lap. Paru Bawah | Normal | Normal |
· Perkusi
| Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Sonor | Sonor |
Lap. Paru Tengah | Sonor | Sonor |
Lap. Paru Bawah | Sonor | Sonor |
· Auskultasi
Suara nafas pokok | Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Vesikuler | Vesikuler |
Lap. Paru Tengah | Vesikuler | Vesikuler |
Lap. Paru Bawah | Vesikuler | Vesikuler |
Suara nafas tambahan | Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Rh (-), Wh (-) | Rh (-), Wh (-) |
Lap. Paru Tengah | Rh (-), Wh (-) | Rh (-), Wh (-) |
Lap. Paru Bawah | Rh (-), Wh (-) | Rh (-), Wh (-) |
Thorak Belakang
· Inspeksi : Statis : Simetris ,Retraksi (-)
Dinamis : Simetris, Retraksi (-)
· Palpasi
Stem Fremitus | Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Normal | Normal |
Lap. Paru Tengah | Normal | Normal |
Lap. Paru Bawah | Normal | Normal |
· Perkusi
| Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Sonor | Sonor |
Lap. Paru Tengah | Sonor | Sonor |
Lap. Paru Bawah | Sonor | Sonor |
· Auskultasi
Suara nafas pokok | Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Vesikuler | Vesikuler |
Lap. Paru Tengah | Vesikuler | Vesikuler |
Lap. Paru Bawah | Vesikuler | Vesikuler |
Suara nafas tambahan | Paru Kanan | Paru kiri |
Lap. Paru Atas | Rh (-), Wh (-) | Rh (-), Wh (-) |
Lap. Paru Tengah | Rh (-), Wh (-) | Rh (-), Wh (-) |
Lap. Paru Bawah | Rh (-), Wh (-) | Rh (-), Wh (-) |
4. Jantung
· Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
· Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1 jari medial LMCS
· Perkusi
- Batas atas : ICS III
- Batas kanan : Linea parasternalis dekstra
- Batas kiri : ICS V 1 jari medial LMCS
- Auskultasi : HR: 58x/menit, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1
bising (-)
5. Abdomen
· Inspeksi : Simetris, distensi (-)
· Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
- Ginjal : Ballotement (-/-)
· Perkusi : Tympani (+), asites (-)
· Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
6. Ekstremitas
· Superior : edema (-), sianosis (-), clubbing (-)
· Inferior : edema (-), sianosis (-), clubbing (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 15 September 2011
· Hb : 13,0 gr/dl
· Leukosit : 8.600 / µl
· Ht : 36%
· Eritrosit : 4,3 M/µl
· Trombosit : 304.000 /µl
· Malaria : Negatif
· Diftell : 0 / 0 / 0 / 49 / 47 / 4
· Serologi Widal Test
- Salmonella typhi O : 1/80
- Salmonella O paratyphi A : 1/80
- Salmonella O paratyphi B : 1/320
- Salmonella O paratyphi C : negatif
- Salmonella typhi H : 1/320
- Salmonella H paratyphi A : 1/160
- Salmonella H paratyphi B : 1/320
- Salmonella H paratyphi C : 1/80
· Kimia darah
- Ureum : 16 mg/dl
- Kreatinin : 0,8 mg/dl
- Asam urat : 4,7 mg/dl
- KGDS : 76 mg/dl
V. DIAGNOSIS
Demam Typhoid
VI. PENATALAKSANAAN
- Tirah baring
- Diet MB
- IVFD RL : Dextrose 5% 20 tts/menit
- Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Parasetamol 3x500 mg
- Domperidone 3x1 tablet
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
VIII. FOLLOW UP
Tanggal | S | O | A | P |
20/09/2011 (H-5) | Demam (-) Lemas (+) Mencret (-) Nyeri perut (+) | KU : sedang Kes : CM TD : 140/80 mmHg HR : 64 x/menit RR : 20 x/ menit Suhu : 36,5 0C Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (-/-) sklera ikt (-/-) Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) Leher : TVJ R-2cmH2O Thorax : I: simetris, retraksi (-/-) P:SF ka = SF ki P:sonor pada kedua lapangan paru A:vesikuler (+/+) rh (-/-), wh(-/-) Cor : I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial LMCS P: Batas atas ICS III Batas kanan LPSD Batas kiri ICS V 1 jari medial LMCS A: HR:64x/i, reguler, bj I > bj II, bising (-) Abdomen : I: simetris (+), distensi (-) P:soepel, H/L tidak teraba, ballotement (-) P:timpani (+) A:peristaltik (+) dbn Ekst: edema (-) pada ke- 4 ekst, pucat (-) pada ke-4 ekst | Demam typhoid | - RL : Dextrose 5% 20 gtt/i - Diet MB - Inj. Cefotaxime I gr/12j - Inj. ranitidin 1 amp/12 j - Paracetamol 3x1 - domperidone tab 3x1 |
Tanggal | S | O | A | P |
21/09/2011 (H-6) | Demam (-) Lemas (+) Mencret (-) Nyeri perut (+) | KU : sedang Kes : CM TD : 120/90 mmHg HR : 59 x/menit RR : 24 x/ menit Suhu : 36,9 0C Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (-/-) sklera ikt (-/-) Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) Leher : TVJ R-2cmH2O Thorax : I: simetris, retraksi (-/-) P:SF ka = SF ki P:sonor pada kedua lapangan paru A:vesikuler (+/+) rh (-/-), wh(-/-) Cor : I: Ictus cordis tidakterlihat P: Ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial LMCS P: Batas atas ICS III Batas kanan LPSD Batas kiri ICS V 1 jari medial LMCS A: HR:59x/i, reguler, bj I > bj II, bising (-) Abdomen : I:simetris (+), distensi (-) P:soepel, H/L tidak teraba, ballotement (-) P:timpani (+) A:peristaltik (+) dalam kean normal Ekst: edema (-) pada ke- 4 ekst, pucat (-) pada ke-4 ekst | Demam typhoid | - RL : Dextrose 5% 20 gtt/i - Diet MB - Inj. Cefotaxime I gr/12j - Paracetamol 3x1 - ranitidin 1 amp/12 j - alprazolam tab 2x1 - antasida syr 3xc1 |
Komentar
Posting Komentar