Tatalaksana gawat darurat pada anak




 TUGAS UJIAN

Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
  Fakultas Kedokteran UNSYIAH – RSUDZA Banda Aceh



Oleh :

IRWANTO

0407101010024


Penguji :

Dr. Syafruddin Haris, Sp.A


 




 
 









BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUDZA -BANDA ACEH
2011



 
11.  Tatalaksana kejang di IGD
BAGAN PENANGANAN KEJANG


NB:
·         Bila tidak ada diazepam, langsung memakai Phenobarbital dengan dosis awal dan dilanjutkan dengan rumatan.

22.   Tatalaksana asma bronkiale pada anak berdasarkan derajat di IGD.


 



Tujuan terapi adalah:
·         Menghilangkan gejala dan memungkinkan anak-anak menjalani suatu kehidupan aktif sepenuhnya di rumah dan di sekolah
·         Memulihkan fungsi paru-paru yang normal
·         Meminimalkan kebutuhan obat pereda
·         Memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan menghindari efek samping obat.
Derajat  asma
1. Asma ringan             : agonis B 2 inhalasi bila perlu atau agonis B 2 oral sebelum exercise atau terpapar alergen
2. Asma sedang           : antiinflamasi setiap hari dan agonis B 2 inhalasi bila perlu
3. Asma berat              : steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis B 2 long acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis B 2 inhalasi sesuai kebutuhan



1.    Pembagian derajat asma pada anak
Parameter Klinik,
Kebutuhan Obat
Dan Faal Paru
Asma Episodik Jarang
Asma Episodik Sering
Asma Episodik Persisten
Frekuensi serangan
< 1 x/bulan
< 1 x/bulan
Sering
Lama serangan
< 1 minggu
> 1 minggu
Hampir sepanjang thn, tdk ada reaksi
Intensitas serangan
Biasanya ringan
Biasanya sedang
Biasanya berat
Di antara serangan
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala siang dan malam
Tidur dan aktifitas
Tdk terganggu
Sering terganggu
Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis di luar serangan
Normal (tdk ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tdk pernah normal
Obat pengendali (anti inflamatif)
Tdk perlu
Perlu
Perlu
Uji faal paru (di luar
serangan)
PEF/FEVI > 80%
PEF/FEVI 60 - 80%
PEF/FEVI < 60%
variabilitas 20 - 30%
Variabilitas faal paru
(bila ada serangan)
Variabilitas > 15%
Variabilitas > 30%
Variabilitas > 50%







2.    Penilaian derajat serangan asma
Parameter Klinis,Fungsi Paru, Laboratorium
Ringan
Sedang
Berat
Ancaman Henti Nafas
Sesak timbul pd
Berjalan
Berbicara
Istirahat

saat (breathless)
Bayi : menangis keras
Bayi :Tangis pendek & lemah Kesulitan makan/ minum
Bayi : Tdk mau makan/minum

Bicara
Kalimat
Penggal kalmat
Kata-kata

Posisi

Bs berbaring

Lbh suka duduk
Duduk  bertopang lengan

Kesadaran
Mungkin iritable
Biasanya iritable
Biasanya iritable
Bingung & mengantuk
Sianosis
Tdk ada
Tdk ada
Ada
Nyata/jelas
Mengi (wheezing)
Sedang, sering hanya pd akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi & inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tdk terdengar
Sesak nafas
Minimal
Sedang
Berat

Obat bantu nafas
Biasanya tdk
Biasanya ya
Ya
Gerakan paradok torako-abdominal
Retraksi
Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasterna
Dalam, ditambah nafas cuping hidung
Dangkal/hilang
Laju nafas
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun





Farmakology
a.       Bronkodilator

                                                                i.      Simpatomimetik (agonis-β2) :

Nama Obat
Nama
Dagang
Dosis

Terbutaline





Orciprenalin (metaproterenol)

Salbutamol (albuterol)

Efedrin HCl

Adrenalin
Bricasma





Alupent


Ventolin
Oral :0,075 mg/kgBB tiap 6jam
Subkutan : 0,005 mg/kgBB
Aerosol : 1-2 semprotan (250-500mikrogram) tiap 6 jam
Larutan respiratoir : 0,02-0,03 ml/kgBB tiap 4-6 jam
Oral : 0,3 mg/kg BB tiap 6 jam
Larutan respiratoir (2%) :  0,01-0,02 ml/kgBB tiap 4-6 jam
Oral : 0,15 mg/kgBB tiap 6 jam
Aerosol : 2 semprotan (200 mikrogram) tiap 4-6 jam
Oral : 1 mg/tahun per 3-4 kali perhari
Subkutan : larutan 1:1000, 0,01 ml/kgBB/kali maksimal 0,5 ml
 






                                                              ii.      Xanthine
Aminophyline



Theophylin ’standar’
IV : 5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 5 jam mg/kgBB permulaan dan 0,9 mg/kgBB per jam dalam infus

Oral : 5-6 mg/kgBB tiap 6 jam maks 200 mg
Slow release
Oral : 8-10 mg/kgBB tiap 12 jam maks 500 mg

                                                            iii.      Antikolinergik
1.      Iptropium bromide(Atrovent)


b.      Cortikosteroid
                                                                i.      Prednison (Oral : 1-2 mg/kgBB (maks 60 mg/24jam), terbagi dalam 1 atau 2 dosis untuk 3-10 hari )
                                                              ii.      Hidrokortison
                                                            iii.      Kenacort
                                                            iv.      Oradexon
                                                              v.      Pulmicort
                                                            vi.      Aldexine
c.       Mukolitik
                                                                i.      OBP
                                                              ii.      OBH
                                                            iii.      Bisolvon
                                                            iv.      Mucopect
                                                              v.      Fluimucil
                                                            vi.      Banyak minum air

Non farmakology
·         Edukasi kepada pihak keluarga anak yang menderita asma :
1.      Lakukanlah pengobatan dengan keyakinan untuk sembuh
2.      Hindari factor pencetus sebisa mungkin
3.      Lakukanlah segala bentuk terapi dengan telaten
4.      Pengobatan yang cepat dan tepat pada serangan akut dapat memperpanjang umur penderita
5.      Bila telah ada penyulit edukasi penderita

3.    Tatalaksana demam dengue, demam berdarah(DHF) dan demam berdarah derajat syok pada anak





Tidak seluruhnya dari penderita DBD yang datang ke rumah sakit memerlukan perawatan inap, dan pada umumnya jika dilakukan penanganan pemberian cairan yang adekuat disertai pemantaun yang ketat, maka banyak penderita yang hanya membutuhkan perawatan 1 x 24 jam (One Day Care) untuk selanjutnya dapat berobat jalan dengan anjuran kontrol ke Puskesmas terdekat sampai kondisi penderita menjadi stabil tanpa keluhan lagi.
Konsep “One Day Care” :
Prinsip : Pasien dirawat selama 24 jam dengan pemantauan tanda klinis, laboratorium, dan pemberian cairan yang ketat. Pasien tetap dipantau oleh dokter jaga dengan follow chart

Indikasi :
1.      Pasien yang secara klinis sesuai dengan DBD dengan hasil laboratorium Hb, Ht, dan Trombosit dalam batas normal
2.      DBD grade II tanpa perdarahan masif
3.      Pasien yang belum jelas diagnosa DBD, tapi karena alasan tempat tinggal yang jauh sehingga sulit datang kontrol atau penderita yang minta di observasi 24 jam di rumah sakit

Tempat
1. Ruang di UGD
2. Ruang Rawat Sehari (Khusus)
3. Puskesmas
Setelah masa perawatan 24 jam, dapat dipastikan penderita :
1. Bukan DBD : dipulangkan atau perawatan dilanjutkan sesuai dengan diagnosa kerja.
2. DBD dengan perbaikan : dipulangkan
3. DBD dengan perburukan : dilanjutkan masa perawatan atau dirujuk
Persiapan yang diperlukan :
􀂄 Tim KLB-DBD Rumah sakit (bila diperlukan)
􀂄 Ruang rawat
􀂄 Tenaga : Dokter, Perawat, Analis
􀂄 Sarana Diagnostik : Hb, Ht,Trombosit, Leukosit (minimal), Serologis, USG,  Toraks Foto
􀂄 Farmasi : obat-obatan dan cairan infus
􀂄 Alat Kesehatan

Prinsip penanganan :
1.      Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam (umumnya). Oleh karena itu peranan anamnese yang cermat sangat penting2.
2.      Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial loading dose dan maintenance yang tepat. Untuk itu Berat Badan harus ditimbang, dan anamnese Berat Badan sebelum sakit (kalau ada).
3.      Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi sedang, dengan taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat Badan3
4.      Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan laboratorium yang yang akurat dan tepat waktu.

Penatalaksanaan Penderita
1.      Tirah baring
2.      Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.
3.      Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan tetesan 20 cc / Kg BB / Jam diguyur, atau secara praktis : 1 – 1,5 liter di guyur (cor), selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam atau 50 cc / Kg BB / 24 jam, atau secara praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan cairan rumatan. Cairan oral sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih baik
4.       Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit, Suhu ( minimal 2 kali sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada status), jumlah urine perjam (sebaiknya ≥ 50 cc / jam).
5.      Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan, seperti parasetamol atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu tubuh ≥ 38,50C dan Metoklopramide bila terjadi muntah-muntah.
6.      Bila TD sistolik menurun ≥ 20 mmHg, atau Nadi ≥ 110 x / menit, atau tekanan nadi (TD sistol – TD diastol ≤ 20 mmHg), atau jumlah urine ≤ 40 cc / jam, pertanda adanya kebocoran plasma (plasma leakage) → tambahkan cairan infus guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai keadaan kembali stabil. Setelah Tekanan darah dan nadi stabil, kembali ke tetesan rumatan
7.      Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi penurunan TD, peningkatan Nadi, atau penurunan volume urine yang berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau penurunan kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan jumlah trombosit perlu dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic test.
8.      Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin memberat atau respons pemberian cairan minimal, maka penderita dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di Puskesmas atau klinik atau rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif, kalau perlu di rawat di ICU.
9.      Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang menyolok disertai dengan tanda-tanda perdarahan masif. Bila terjadi perdarahan yang masif dengan penurun kadar Hb dan Ht, segera beri tansfusi Whole blood.
10.  Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan yang cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak menunjukkan perbaikan, maka pilihan kita adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau Plasma biasa.
11.  Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada fase penyembuhan.

Pasien dikirim ke ruang rawat DBD/dirujuk bila selama pemantauan didapati :
1.      Terjadi perdarahan masif
2.      Trombosit terus menurun sampai < 50.000/ mm3
3.      Dengan pemberian cairan diatas, terjadi perburukan kondisi klinis.
4.      Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.

Tindakan One Day Care pada DBD berhasil apabila : selama pemantauan pemberian cairan tidak terjadi perburukan klinis dan laboratorium, dan didapati kriteria pemulangan penderita DBD grade II secara umum, yaitu3 :
1. Demam (-) selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik
2. Kemajuan keadaan klinis (+)
3. Hb dan Ht stabil.
4. Trombosit > 50.000/mm3.
5. Tidak ada distres pernafasan akibat efusi pleura / asites.

Pasien dipulangkan dengan memberikan surat rujukan ke Puskesmas setempat untuk melakukan monitoring dengan kunjungan rumah atau kontrol ke Puskesmas setiap hari selama 2 hari.
Anjuran kepada pasien :
• Istirahat baring di rumah 2 – 5 hari (tergantung kondisi)
• Banyak minum, sampai kencing menjadi banyak / sering
• Bila terasa kondisi semakin memburuk, segera kembali ke Rumah Sakit.

4.      Tatalaksana penyakit tetanus pada anak.
a.       Pengendalian  Kejang otot
Pasien harus dirawat di ruangan yang tenang dan gelap dimana semua pendengaran, rangsangan visual, taktil, atau lainnya dikurangi seminimal mungkin. Prioritas pertama dalam pengelolaan kejang otot harus pemberian obat yang tepat untuk mengurangi jumlah dan tingkat keparahan kejang.
Diazepam adalah obat berharga karena secara efektif mengontrol kejang dan hypertonicity tanpa menekan pusat kortikal. Dosis yang direkomendasikan untuk bayi di bawah usia 2 tahun adalah 8 mg / kg berat badan per hari diberikan dalam dosis 2 sampai 3 mg setiap 3 jam. Atau, untuk bayi dosis awal 0,1 sampai 0,2 mg / kg, intravena (IV), digunakan untuk meringankan kejang akut, diikuti dengan infus IV kontinu dari 15 sampai 40 mg / kg / hari . Setelah 5 sampai 7 hari dosis dapat meruncing oleh 5 sampai 10 mg / hari dan kemudian diberikan melalui rute orogastric. Vecuronium dengan ventilasi mekanik mungkin diperlukan untuk mengontrol kejang . Fenobarbital dan morfin juga dapat digunakan sebagai terapi tambahan, dengan pengertian bahwa itu hanya diberikan dalam pengaturan, dikontrol intensif karena risiko apnea.




b.        Terapi antitoksin
Setelah sedasi yang memadai telah dicapai, tetanus globulin kekebalan tubuh manusia (TIG) harus diberikan dalam dosis tunggal (3.000 menjadi 6.000 U, intramuskular). Dosis yang lebih rendah dari 500 U mungkin cocok untuk NT. Meskipun tidak disetujui oleh Food and Drug Administration, immune globulin intravena (IVIG) mengandung antibodi tetanus dan dapat dipertimbangkan jika TIG tidak tersedia. Dosis standar IVIG untuk indikasi lain adalah 400 sampai 500 mg / kg (Gerdes, 1995). Di beberapa negara dimana globulin kekebalan tubuh manusia tidak tersedia, kuda TAT harus diberikan jika reaksi kepekaan terhadap serum kuda negatif. Antitoksin diberikan intravena dan intramuskuler, setengah dosis melalui setiap rute. Untuk neonatus mungkin perlu untuk menunda imunisasi aktif dengan tetanus toksoid selama 4 sampai 6 minggu setelah pemberian TIG

c.       Terapi antimikroba
Metronidazol oral atau intravena (30 mg / kg per hari, diberikan pada 6-jam interval) adalah efektif dalam mengurangi jumlah bentuk vegetatif C. tetani. Penisilin G parenteral adalah obat alternatif

d.      Tindakan bedah
Setelah pasien telah dibius dan telah menerima antitoksin, luka pun harus benar-benar dibersihkan dan debridement. Eksisi bedah ekstensif biasanya tidak diindikasikan

e.       Pengobatan suportif
Medis yang baik dan perawatan yang harus meminimalkan rangsangan yang dapat memicu kejang satu. Prosedur seperti kateterisasi atau penempatan garis berdiamnya harus dilakukan pada saat setiap obat penenang adalah mengerahkan efek maksimal nya. Prosedur tersebut sebaiknya dilakukan pada awal perjalanan penyakit klinis. Selain itu, perawatan harus dilakukan untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi seperti pneumonia aspirasi, obstruksi usus rendah akibat impaksi tinja, retensi urin, dan ulkus dekubitus. Sedasi yang memadai dapat mencegah fraktur kompresi vertebra. Bantuan pernapasan adalah penting, dan intubasi atau trakeostomi dengan ventilasi pernapasan mungkin diperlukan. Berkualitas tinggi perawatan intensif selama minggu pertama (yaitu, intubasi dini, ventilasi mekanik, dan blokade neuromuskuler [pankuronium atau setara]) adalah komponen penting dari manajemen dari neonatus dengan tetanus

f.       Trakeostomi
Kombinasi sedasi berat, kesulitan menelan, laryngospasm, dan akumulasi sekresi menyebabkan obstruksi jalan napas. Tingkat mortalitas yang relatif rendah dari 10% dilaporkan oleh Edmondson dan Bunga (1979), yang merawat 100 pasien dengan tetanus pada unit perawatan intensif. Intubasi dapat menyelamatkan nyawa

5.      Tatalaksana penyakit malaria pada anak.
Dalam pengobatan malaria, faktor pilihan dan penggunaan obat-obat antimalaria yang efektif disesuaikan dengan jenis kasus malaria yang dihadapi merupakan hal yang sangat penting. Di samping itu, tidak kalah penting adalah pengobatan penunjang, yang diperlukan untuk memperbaiki gangguan patofisiologi penderita sebagai komplikasi malaria yang berat, misalnya perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam-basa, mengatasi anemia, kejang, hiperpireksia, hipoglikemi, muntah, dan kegagalan fungsi ginjal).
Mansjoer dkk mengemukakan berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu:
1.      Skizontisida jaringan primer yang dapat membasmi parasit stadium praeritrosit dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal, yaitu pirimetamin
2.      Skizontisida jaringan sekunder yang dapat membunuh parasit siklus eksoeritrosit P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps, yaitu primakuin.
3.      Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrosit, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik.
Obat ini digunakan untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
4.      Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.
5.      Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat – obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.

Obat yang dipakai untuk pengobatan malaria di Indonesia adalah klorokuin, primakuin, kina, pirimetamin, dan sulfadoksin (Soedarmo, dkk., 2008). Harijanto (2000) mengemukakan, obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivat artemisin.
1.      Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria.
2.      Sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi.
3.      Kina merupakan obat antimalaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
4.      Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat.
5.      Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrug.
Soedarmo, dkk. (2008) menjelaskan pengobatan malaria dibagi atas malaria ringan dan malaria berat (disertai komplikasi).
A.    Malaria ringan tanpa komplikasi
Malaria ringan tanpa komplikasi dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut :
1.      Klorokuin basa diberikan total 25 mg/kgBB selama 3 hari, dengan perincian sebagai berikut : hari pertama 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/kgBB pada 24 jam (maksimal 300 mg basa). Atau hari I dan II masing-masing 10 mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB. Pada malaria tropika ditambahkan primakuin 0,75 mg/kgBB, 1 hari. Pada malaria tersiana ditambahkan primakuin 0,25 mg/kgBB/hari, 14 hari.
2.      Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari IV masih demam atau hari VIII masih dijumpai parasit dalam darah maka diberikan:
a. Kina sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau
b. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau sulfadoksin 20-30 mg/kgBB single dose (usia diatas 6 bulan). Obat ini tidak digunakan pada malaria tersiana.
3.      Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau pada hari VIII masih dijumpai parasit maka diberikan :
a. Tetrasiklin HCl 50 mg/kgBB/kali, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a, atau:
b. Tetrasiklin HCl + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2b. Dosis kina dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan 2b (Tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahu atau lebih)

Obat Anti Malaria yang Masih Sangat Terbatas di Indonesia
1.      Meflokuin
Tablet 274 mg meflokuin hidroklorida mengandung 250 mg meflokuin basa. Dosis untuk anak 15 mg meflokuin basa/kgBB, dosis tunggal, sebaiknya sesudah makan.
2.      Halofantrin
Tablet 250 mg halofantrin hidroklorida mengandung 233 mg basa, sedangkan sirup tiap ml mengandung 100 mg halofantrin hidroklorida setara 93,2 mg basa. Dosis 24 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis, yaitu 8 mg/kgBB tiap 8 jam dan diulang dengan dosis yang sama 1 minggu kemudian. Absorpsinya baik bila dimakan bersama makanan berlemak.
3.      Artemisinin
Tablet/kapsul 250 mg. Dosis 10 mg/kgBB, sekali sehari selama 5 hari, untuk hari pertama diberikan dua dosis.
Pada saat ini sudah lebih dari 25 % provinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi terhadap obat standard yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi Ahli Malaria (KOMLI) menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada daerah-daerah tersebut dan sesuai dengan rekomendasi WHO untuk secara global menggunakan obat artemisinin yang dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan tersebut dikenal sebagai Artemisinin based Combination Therapy (ACT) (Soedarmo, dkk., 2008).
Derivat artemisinin:
1.      Artesunat:
a.       Tablet/kapsul 50 mg/200 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 5 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
b.      Suntikan IM/IV; ampul 60 mg/ampul. Dosis 1,2 mg/kgBB sekali sehari selama 5 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
2.      Artemether:
a.       Tablet/kapsul 40 mg/50mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
b.      Suntikan: ampul 80 mg/ampul. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
3.      Dehidroartemisinin:
Tablet/kapsul 20 mg/60 mg/ 80 mg. dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 4 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
4.      Arheether:
Suntikan 150 mg/ampul, dalam bentuk
β-artheether (artenotil). Dosis pertama 4,8 mg/kgBB, 6 jam kemudian 1,6 mg/kgBB, selanjutnya 1,6 mg/kgBB tiap hari- selama 4 hari.
Obat malaria kombinasi (ACT) yang tidak tetap saat ini misalnya :
1.      Artesunat + Meflokuin
2.      Artesunat + Amodiakuin
3.      Artesunat + Klorokuin
4.      Artesunat + Sulfadoksin-Pirimetamin
5.      Artesunat + Pironoridin
6.      Artesunat + Klorguanil-Dapson (CDA/Lapdap plus)
7.      Dehidroartemisinin+ Piperakuin + Trimetoprim (Artecom)
8.      Artecom + Primakuin (CVB)
9.      Dehidroartemisinin + Naphtrokuin
Dari kombinasi tersebut diatas, yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi artesunat + amodiakuin dengan nama dagang artesdiaquin atau artesumoon. Obat ini tersedia untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat resistensi tinggi (>25%) terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. Dosis artesdiaquin merupakan gabungan artesunat 2 mg/kgBB sekali sehari selama 3 hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis dan amodiakuin hari I dan II 10 mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus dibuktikan malaria positif, sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan obat non-ACT.
Pengobatan Berdasarkan Pemeriksaan Mikroskopis
a. Pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi
Bila pada pemeriksaan sediaan darah ditemukan P. falciparum maka obat pilihan yang digunakan adalah :
Tabel  Pengobatan Lini Pertama : Artesunate + Amodiakuin + Primakuin
Hari
Obat tablet
Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur
0-2 Bulan
2-11 Bulan
1-4 Tahun
5-9 Tahun
10-14 Tahun
15 Tahun
1
Artesunate
¼
½
1
2
3
4
Amodiakuin
¼
½
1
2
3
4
Primakuin
)*
)*
¾
1 ½
2
2-3
2
Artesunate
¼
½
1
2
3
4
Amodiakuin
¼
½
1
2
3
4
3
Artesunate
¼
½
1
2
3
4
Amodiakuin
¼
½
1
2
3
4
* semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia 1 tahun) diberikan tablet pimakuin. (1 tablet berisi 25 mg garam/ tablet setara 15 mg basa) dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral, dosis tunggal pada hari 1
Artesunate 4mg/kgBB dosis tunggal /hari/oral diberikan pada hari 1,2,3 ditambah amodiakuin 30 mg basa/kgBB/hari/oral selama 3 hari dengan pembagian dosis 10 mg basa/kgBB/hari/oral pada hari 1, 2, dan 3.
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua seperti tabel 3 di bawah ini.
Tabel  Pengobatan Lini Kedua : Kina + Tetrasiklin/Doksisiklin + Primakuin
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
1
Kina
*)
*)
3 x ½
3 x 1
3 x  1½
3 x 2
Tetrasklin/ Doksisiklin
-
-
-
-
-
4 x 1/ 1x
Primakuin
-
-
¾
1 ½
2
2 – 3
2
Kina
*)
*)
3 x ½
3 x 1
3 x 1 ½
3 x 2
Tetrasklin/ Doksisiklin
-
-
-
-
-
4 x 1/ 1x 1
Keterangan:
*) Kina: Pemberian kina pada anak usia < 1 tahun harus berdasarkan berat badan (ditimbang berat badannya). Dosis kina: 30 mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis).
 Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun
            Dosis doksisiklin untuk anak usia 8 – 14 tahun: 2 mg/kg BB/hari
 Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin
 Dosis Tetrasiklin: 25-50 mg/ kgBB/4 dosis/hari atau 4 x 1(250 mg) selama 7 hari; tetrasiklin tidak boleh diberikan pada umur < 12 tahun dan ibu hamil.
 Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 1 tahun.
 Dosis primakuin: 0,75 mg/kgbb, dosis tunggal.4,5,6
b. Pengobatan malaria vivax/ovale
Bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan P. vivax/ovale, diberikan pengobatan sesuai tabel 4 di bawah ini.
Tabel Lini Pertama Pengobatan Malaria Vivax dan Ovale
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
1
Klorokuin
¼
½
1
2
3
3-4
Primakuin
-
-
¼
1/2
¾
1
2
Klorokuin
¼
½
1
2
3
3-4
Primakuin
-
-
¼
½
¾
1
3
Klorokuin
1/8
¼
½
1
1 ½
2
Primakuin
-
-
¼
½
¾
1
H 4-14
Primakuin
-
-
¼
½
¾
1
Perhitungan dosis berdasarkan berat badan untuk Pv / Po :
#Klorokuin : hari I & II = 10 mg/kg bb, hari III = 5 mg/kg bb
# Primakuin : 0,25 mg/kg bb /hari, selama 14 hari.3,4
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua seperti tabel 5 berikut.
Tabel Lini pertama Pengobatan Malaria Vivax dan Ovale Resisten Klorokuin
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
1-7
Kina
*)
*)
3 x ½
3 x 1
3 x 1 ½
3 x 2
1-14
Primakuin
-
-
¼
½
¾
1
Dosis berdasarkan berat badan :
# Kina 30 mg/Kgbb/hari (dibagi 3 dosis)
# Primakuin 0,25 mg/kgbb.3,4
Kriteria penggunaan pengobatan kasus malaria P. vivax/ ovale kambuh (relaps). Pemberian obat ini berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Penderita sudah menyelesaikan pengobatan klorokuin dan primakuin
2. Pada waktu periksa ulang hari 14-28 penderita kambuh/ penderita tetap demam atau gejala klinik tidak membaik yang disertai parasitemia aseksual. Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya tetapi ditemukan parasitemia aseksual.4
Tabel  Pengobatan Malaria P. Vivax/ Ovale yang Kambuh (Relaps)
Lama Pemberian (minggu)
Jenis Obat
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur


0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
>15 tahun
8-12 )*
Kina
)*
)*
3 x ½
3 x 1
3 x 1 ½
3 x 2
8-12 )*
Primakuin
-
-
¼
½
¾
1
*) Pemberian klorokuin dan primakuin 1 kali setiap minggu, lama pengobatan minimal 8 minggu.
**) Dosis primakuin 0,75 mg/kgBB.4

Pengobatan Berdasarkan Pemeriksaan Klinis
Pengobatan malaria klinik dilakukan di daerah yang belum memungkinkan untuk pemeriksaan laboratorium baik dengan mikroskop maupun dengan RDT. Pengobatan malaria klinis terdiri dari 2 regimen pengobatan yaitu lini pertama yang menggunakan klorokuin dengan primakuin dan pengobatan lini kedua yang menggunakan kina dan primakuin tablet.
Tabel Pengobatan Lini Pertama Malaria Klinis
Hari
Jenis Obat
Jumlah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur


0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
>15 tahun
I
Klorokuin
¼
½
1
2
3
3-4

Primakuin
-
-
¾
1 ½
2
2-3
II
Klorokuin
¼





III
Klorokuin
1/8
¼
½
1
1 ½
2
Keterangan :
# Bila Berat badan < 50 kg, diberikan 3 tablet klorokuin, bila > 50 kg diberikan 4 tablet klorokuin
# Bila perkiraan badan < 5o kg diberikan 2 tablet primakuin bila > 50 kg diberikan 3 tablet.4
Tabel  Pengobatan Lini Pertama Malaria Berdasarkan Berat Badan
Obat
H1
H2
H3
Klorokuin basa
10 mg/kgBB
10 mg/kgbb
5 mg/kgbb
Primakuin
0,75 mg/kgBB
-

Keterangan :
# Pemberian dosis obat untuk bayi harus berdasarkan berat badan
# Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi, ibu hamil dan penderita defisiensi G6PD
# Satu tablet klorokuin mengandung 250 mg klorokuin garam setara dengan 150 mg klorokuin biasa
# Satu tablet primakuin mengandung 15 mg primakuin basa.4
Tabel  Pengobatan Lini Kedua Malaria Klinis
Hari
Jenis Obat
Jumlah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur
0 – 1 bulan
2 – 11 bulan
1 – 4 tahun
5 – 9 tahun
10 – 14 tahun
> 15 tahun
I – 7
Kina
)*
)*
3 x ½
3 x 1
3 x 1 ½
3 x 2
H 1
Primakuin
-
-
¾
1 ½
2
2-3
Keterangan :
# Dosis untuk bayi 0-11 bulan harus berdasarkan berat badannya
# Satu tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam
# Dosis berdasarkan berat badan kina 30mg/kgBB/hari (dibagi 3 dosis)
# Primakuin 0,75 mg/kgBB dosis tunggal.4

Pengobatan Malaria Berat
a. Lini pertama
Artemether injeksi diberikan secara intramuskuler, selama 5 hari. Setiap ampul Artemether berisi 80 mg/ml. Dosis dan cara pemberian Artemether: Dosis anak tergantung berat badan yaitu:    Hari Pertama : 3,2 mg/KgBB/hari
Hari II- V : 1,6 mg/KgBB/hari
b. Lini kedua
Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6-8 mg/kgbb) diencerkan dengan 5-10 cc dekstrosa 5% atau NaCl 0,9 % per kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.
Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per- infus maka kina dapat diberikan intramuskular. Sediaan yang ada untuk pemberian intramuskular yaitu Kinin antipirin dengan dosis: 10 mg/kgbb IM (dosis tunggal) yang merupakan pemberian anti malaria pra rujukan.

Pemantauan Respon Pengobatan Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk mendeteksi pengobatan malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan patologis. Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai salah satu criteria berikut :
1.      Kegagalan pengobatan dini, bila :
a.       Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3.
b.      Parasitemia hari ke 2 > hari 0.
c.       Parasitemia hari ke 3 (>25 % dari hari 0)
d.      Parasitemia hari ke 3 dengan suhu aksila > C°37,5

2.      pengobatan kasep, bila antara hari ke 4-28 dijumpai 1 atau lebih keadaan berikut :
a. Secara klinis dan parasitologi :
a) Adanya malaria berat setelah hari ke 3 dan parasitemia, atau
b) Parasitemia dan suhu aksila > C pada hari°37,5  ke 4-28 tanpa ada kriteria gagal pengobatan dini.
b. Secara parasitologi :
a) Adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21, dan 28.
b) Suhu aksila < C tanpa ada kriteria kegagalan pengobatan dini.°37,5
3. Respon klinis dan parasitologi memadai, apabila pasien sebelumnya tidak berkembang menjadi kegagalan butir no.1 atau 2 dan tidak ada parasitemia.
\
B. Malaria Berat
Penatalaksanaan malaria berat harus dapat dilakukan diagnosis dan tindakan secara cepat dan tepat sebagai berikut:
1.        Tindakan umum/perawatan
2.        Pemberian obat antimalaria/transfuse tukar
3.        Pemberian cairan/nutrisi
4.        Penanganan terhadap gangguan fungsi organ

Tindakan perawatan umum pada malaria berat di ruang intensif :
1.      Pertahankan fungsi vital:sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi
2.      Hindari trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur
3.      Monitoring: suhu tubuh, nadi, tensi tiap ½ jam. Awasi ikterus dan perdarahan
4.      Posisi tidur sesuai kebutuhan
5.      Perhatikan warna dan suhu kulit
6.      Cegah hiperpireksi
7.      Pemberian cairan: oral, sonde, infus
8.      Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam
9.      Perhatikan kebersihan rambut
10.  Perhatikan dieresis dan defekasi, aseptic kateterisasi

6.  Tatalaksana demam typoid pada anak.
         Pengobatan demam tifoid memerlukan penggunaan antibiotik yang tepat dan perawatan suportif yang meliputi pemantauan, manajemen cairan yang cukup, dan manajemen prompt komplikasi (perdarahan usus, perforasi usus, dan kompromi hemodinamik)

Medikamentosa
·      Antibiotik : Kloramfenikol (drugs of choice) 50-100 mg/kg bb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari. Amoksisilin, 100 mg/kgbb/hari, oral atau intravena, selama 10 hari. Kotrimoksasol 6mg/kgbb/hari, oral, selama 10 hari. Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, IM atau IV, 1 kali sehari selama 5 hari. Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari. 
·      Antipiretik : Parasetamol dengan dosis 10 mg/kgBB/kali. Dapat diberikan setiap 4 jam apabila suhu tubuh pasien tidak juga turun
·      Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.



Suportif
         Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah dengan tirah baring, isolasi memadai, kebutuhan cairan dan kalori dicukupi. Demam tifoid berat harus dirawat di rumah sakit
·      Cairan dan kalori
-   Terutama pada demam tinggi, muntah, atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori diberikan melalui sonde lambung.
-   Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan kadar natrium rendah.
-   Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan dengan pemberian oral/parenteral.
-   Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik
-   Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2
-   Pelihara keadaan nutrisi
-   Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
·      Diet : Makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.

Pada pasien typoid penatalaksanaan meliputi tirah baring, pemenuhan kebutuhan cairan,  pemberian antibiotik dan antipiretik, serta diet makanan rendah serat.
Secara umu antibiotik digunakan untuk mengobati demam tipus yang baik yaitu kloramfenikol pada 50 mg / kg / hari dalam dosis terbagi empat selama 14 hari secara intravena atau oral ampisilin pada 150 sampai 200 mg / kg / hari dalam dosis terbagi empat oral atau intravena selama 14 hari , atau trimetoprim-sulfametoksazol pada 10 mg / kg / hari trimetoprim komponen dibagi menjadi dua dosis selama 14 hari. Ketika organisme rentan, agen-agen yang sesuai. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan resisten multidrug (MDR) demam tifoid telah terjadi. Strain yang resisten terhadap tiga tradisional obat lini pertama dan kadang-kadang untuk agen lainnya juga. Sefalosporin generasi ketiga dan fluoroquinolones telah menjadi obat pilihan di daerah di mana tingkat MDR tinggi. Ceftriaxone adalah generasi ketiga yang paling umum digunakan sefalosporin untuk pengobatan MDR tipus. Tampaknya ada pembersihan lebih cepat dari organisme dalam darah dibandingkan dengan kloramfenikol. Sebuah kursus 10-hari pengobatan dianjurkan pada 50 sampai 80 mg / kg / hari. Tingkat kesembuhan klinis kurang dari 90% telah dilaporkan pada pasien yang diberi kursus sangat singkat pengobatan (3 sampai 5 hari). Cefixime, oral generasi ketiga sefalosporin diberikan pada 10 sampai 12 mg / kg / hari dalam dua dosis terbagi selama 14 hari merupakan alternatif yang menarik untuk ceftriaxone.
Fluoroquinolones tampaknya unggul sefalosporin generasi ketiga, dengan tingkat kesembuhan hampir 100% klinis dan bakteriologis, sebelumnya penurunan suhu badan sampai yg normal, dan lebih mudah administrasi karena ketersediaan persiapan oral. Namun, meskipun keuntungan-keuntungan, fluoroquinolones saat ini tidak disetujui untuk digunakan pada anak-anak karena kekhawatiran tentang kerusakan pada tulang rawan tumbuh pada hewan muda. Meskipun risiko ini tetap teoritis, studi evaluasi efektivitas siprofloksasin dan ofloksasin untuk pengobatan demam tifoid pada anak-anak telah diterbitkan. Siprofloksasin, 10 mg / kg / hari dibagi dalam dua dosis, dan ofloksasin, 10 sampai 15 mg / kg / hari dalam dua dosis terbagi, telah digunakan untuk mengobati demam tifoid. Penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5 hari. Sejumlah penelitian menggunakan program yang sangat singkat pengobatan dengan ofloksasin (2, 3, dan 5 hari) telah diterbitkan. Dalam studi ini, pasien harus terus menjadi demam setelah menyelesaikan program pengobatan tetapi kemudian memiliki resolusi penyakit mereka. Studi ini dilakukan di daerah endemik di mana latar belakang kekebalan mungkin merupakan faktor penting dalam respon terhadap pengobatan, tidak jelas apakah data-data ini berlaku di negara-negara maju dengan pasien imunologis naif. Pada pasien dengan ringan sampai sedang demam tifoid, kursus fluoroquinolone dari 7 sampai 10 hari mungkin terapi yang memadai. Fluoroquinolones mungkin kurang efektif dalam mengobati pasien dengan asam nalidiksat strain resisten. Saat ini, fluoroquinolones digunakan dalam pengaturan di mana strain MDR membatasi pilihan yang tersedia.
Azitromisin mencapai tingkat jaringan yang sangat tinggi dan merupakan alternatif yang menjanjikan untuk generasi ketiga sefalosporin, dan fluoroquinolones. Ini telah dievaluasi dalam beberapa uji klinis pada orang dewasa (5 - atau 7-hari saja) dan telah sangat baik tingkat penyembuhan klinis, dengan penurunan suhu badan sampai yg normal dalam waktu kurang dari 4 hari. Aztreonam juga telah diteliti pada anak-anak, itu mencapai tingkat kesembuhan yang baik tetapi tidak dianjurkan sebagai agen lini pertama.
Pengobatan demam tifoid harus dipandu oleh data pada tingkat insiden MDR. Di Amerika Serikat, banyak kasus demam tifoid diperoleh dari perjalanan dan harus diobati dengan ceftriaxone atau fluoroquinolone. Di dalam negeri diperoleh strain S. typhi kurang mungkin MDR, dengan tingkat 2% berdasarkan surveilans berbasis laboratorium oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Dalam kasus ini, pengobatan dengan tradisional lini pertama agen masih sesuai.
Deksametason telah digunakan pada demam tifoid berat. Pasien sakit kritis yang mengigau, tidak sadar, stupor, koma, atau syok harus diberikan kursus singkat dengan dosis awal 3 mg / kg, diikuti oleh delapan dosis 1 mg / kg setiap 6 jam selama 48 jam. Penyakit ringan tidak mendapat manfaat dari terapi deksametason.

7. Penanganan diare akut sesuai derajat dehidrasi pada anak.
            a.  menilai derajat dehidrasi
Tabel Penilaian Derajat Dahidrasi

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :
-          Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri ( C ke A )
-          Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci ( yang diberi tanda bintang ) ditambah minimal 1 gejala yang lain ( minimal 1 gejala ) pada kolom yang sama.
Dengan menggunakan Tabel penilaian Derajat Dehidrasi lihatlah :
-          Bagaimana keadaan umum anak tersebut ?
-          Apakah dia baik dan sadar ?
-          Apakah dis gelisah atau rewel ?
-          Apakah dia mengantuk . lesu,lunglai atau tidak sadar ?
-          Apakah anak mengeluarkan air mata waktu menangis?
-          Apakah matanya normal cekung atau sangat cekung dan kering ?
-          Apakah mulut dan lidahnya basah , kering atau sangat kering ?
( raba lidah dan bagian dalam mulut dengan jari yang basih dan kering untuk mengetahui keadaan mulut dan lidah anak )
-          Saat Saudara memberikan minum , apakah anak :
-          Minum biasa atau tampak tidak haus ?
-          Minun banyak dan tampak haus ?
-          Minum sedikit atau tampak tidak bisa minum ?

Periksalah
Sewaktu kulit perut dicubit apakah kembali dengan cepat, lambat atau sangat lambat ( lebih lama dari 2 detik ) Catatan : Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit karena :
-          Pada penderita yang gizinya buruk , kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat walaupun dia tidak dehidrasi.
-          Pada pemderita yang obesitas ( terlalu gemuk ) , kulitnya mungkin saja kembali dengan cepat walaupun penderita mengalami dehidrasi.

b. Menentukan rencana pengobatan

Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan Rencana Pengobatan yang sesuai :

ü  Rencana terapi a untuk penderita diare tanpa dehidrasi
ü  Rencana tetapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang
ü  Rencana tetapi c untuk penderita diare dengan dehidrasi berat









C. Obat anti diare
Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14

Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

8. Penanganan bronkopneumonia pada anak.
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 – 5 hari.
Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :
-          Bed rest
-          Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
-          Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
-          Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
-          Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :
• Untuk kasus pneumonia community base :
-          Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
-          Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
• Untuk kasus pneumonia hospital base :
-       Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
-       Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
• Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
• Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
• Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotika. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera di beri anti biotika. 

Pemilihan jenis anti biotika  di dasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
1.            Umur 3 bulan s/d 5 tahun, bila toksis mungkin di sebabkan oleh streptokokus pneumonia, hemofilus influensa atau stafilokokus. Pada umumnya tidak daapt diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
-          Kombinasi :
Penicilin prokain 50.000 – 100.000 Kl / 24 jam / Kg IM 1-2 kali sehari, dan
-          Kloramfenirol 50-100 Mg / Kg / 24 jam IV/oral 4 x sehari
Atau kombinasi
-          Ampicilin 50-100 Mg / Kg / 24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
Atau kombinasi
-          Eritromisisn 50 mg / kg / 24 jam, 4 kali sehari dan kloramfenikol.
2.            Umur < 3 bulan, biasanya disebabkan oleh Streptococus Pneumonia, stafilokolus atau entero bakteriaceae.
-          Kombinasi
Penicilin prokaan 50.000 – 100.000 KI / Kg / 24 jam IM, 1-2 kali sehari dan Gentamisin 5-7 Mg / Kg / 24 jam 2 – 3 kali sehari.
-          Atau kombinasi
Kloksasilin 50 MG / KG / 24 jam IM / IV, 4 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau penderita imunocompromized.
3.            Anak-anak > 5 tahun yang non toksik biasanya disebabkan oleh :
-          Streptokokus Pneumonia
-          Penicilin prokain IM atau
-          Fenoksimetil penicilin 25.000 – 50.000 KI / Kg / 24 jam oral, 4 kali sehai atau
-          Eritromicin atau
-          Kotrimoksazol 6 / 30 Mg / Kg / 24 jam, oral 2 kali sehari.
-          Mikoplasma pneumonia : eritromisin.
4.            Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya Alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan Reevaluasi apakah perlu di pilih antibiotik lain.
5.            Lamanya pemberian obat tergantung pada :
-          Kemajuan klinis penderita
-          Jenis kuman penyebab.
-           
INDIKASI RAWAT INAP :
1.      Ada kesukaran nafas toxsis
2.      Sianosis
3.      Umur kurang dari 6 bulan
4.      Adanya penyakit seperti emdiema.
5.      Diduga Infeksi stapilokokus.
6.      Perawatan dirumah kurang baik.

PENGOBATAN SIMTOMATIS
1.      Zat asam dan uap
2.      Ekspectoran bila perlu

FISIOTERAPI
1.      Postural drainase
2.      Fisioterapi dengan menepuk-nepuk

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengetahui Kode (wilayah,daerah,Area) Kartu Telkomsel

ICD X Bahasa Indonesia